Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang Garuda ditutup terdepresiasi pada perdagangan Senin (30/9/2019), melanjutkan pelemahan yang telah terjadi selama enam perdagangan berturut-turut.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup di level Rp14.195 per dolar AS, atau melemah 0,16 persen atau 22,5 poin terhadap dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang mayor bergerak menguat tipis 0,05% menjadi 99,157.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa pasar mengabaikan berita bahwa pemerintahan AS akan mempertimbangkan kembali rencana menghapus perusahaan China yang terdaftar di pasar saham AS yang seharusnya menjadi sentimen positif aset berisiko.
Bahkan, rencana Liu He, negosiator perdagangan utama China, akan menuju ke AS pada Oktober untuk putaran baru pembicaraan perdagangan tampak juga tidak direspon oleh pasar.
Dia mengatakan bahwa kekhawatiran pasar terkait negosiasi antara China dan AS tidak akan mengarah pada kesepakatan perdagangan dan dimulainya penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump akan memperdalam ketidakpastian politik AS telah membuat para investor gelisah dan mendorong permintaan dolar AS.
“Sentimen investor tetap rapuh,” ujar Ibrahim seperti dikutip dari keterangan resminya, Senin (30/9/2019).
Baca Juga
Selain itu, pasar akan menanti rilis Inflasi Jerman, pertumbuhan ekonomi Inggris, dan indikator manufaktur AS. Semua data tersebut yang dirilis lebih rendah daripada yang diharapankan pasar akan menimbulkan risiko sentimen yang rapuh.
Di sisi dalam negeri, BPS direncanakan akan merilis angka inflasi periode September 2019. Berdasarkan ekspektasi para analis akan terjadi deflasi sebesar 0,15% (MoM), sedangkan inflasi secara tahunan (yoy) diproyeksikan berada di level 3,52%.
Sebagai infromasi, pada Agustus lalu tercatat terjadi inflasi 0,12% secara bulanan, sedangkan inflasi secara tahunan berada di level 3,49%.
“Apabila inflasi benar sesuai dengan ekspektasi pasar, maka ini akan menjadi deflasi pertama sejak Februari. Kemudian, benar terjadi deflasi yang bersamaan dengan kehadiran musim panen, turunnya harga emas dunia, sehingga terdapat potensi rupiah untuk terapresiasi,” papar Ibrahim.
Dia memperkirakan pada perdagangan Selasa (1/10/2019) rupiah masih akan melemah disebabkan data eksternal dan aksi demonstrasi yang meningkatkan sentimen risiko di Indonesia, yaitu bergerak di kisaran Rp14.160 per dolar AS hingga Rp14.210 per dolar AS.