Bisnis.com, JAKARTA - PT Indonesian Tobacco Tbk. optimistis dapat menangkap peluang dari dampak kenaikan tarif cukai sekitar 23 persen dan harga jual eceran (HJE) dengan rata-rata sekitar 35% mulai 1 Januari 2020.
Direktur Utama Indonesian Tobacco Djonny Saksono mengatakan, ada prospek dan konsekuensi dari kenaikan tarif cukai dan harga jual di level rata-rata 10 persen-15 persen per tahun.
Untuk kenaikan tarif cukai pada 2020 diperkirakan bakal memberikan dampak yang signifikan bagi pemain di industri rokok. Dampak yang signifikan ini merupakan kumulatif dari tidak adanya kenaikan cukai pada tahun ini.
"Ada sisi positif, ada sisi negatifnya juga [dari kenaikan tarif cukai]. Tergantung dari sudut pandang mana kami melihatnya," katanya pada Minggu (15/9/2019).
Produsen tembakau iris ini, melihat akan adanya kecenderungan konsumen mengalihkan preferensi ke rokok tembakau iris dengan harga yang lebih murah. Peralihan preferensi rokok ini seiring dengan kenaikan harga rokok yang tinggi.
"Produk ITIC akan mendapat lebih banyak peminat karena para konsumen yang merasa berat dengan kenaikan harga rokok akan mencari alternatif yang lebih murah," imbuhnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, perseroan akan menaikkan harga jual produk seiring dengan kenaikan cukai. Dengan demikian, emiten berkode saham ITIC ini dapat menjaga margin laba.
Sebelumnya, Djonny mengatakan bakal menaikkan harga sesuai dengan kenaikan biaya cukai dan biaya-biaya lainnya. Kenaikan harga diperkirakan sekitar 5 persen-10 persen.
"Semua produk-produk rokok juga akan segera naik harga. Asalkan kenaikan harganya berbarengan, tidak masalah," katanya.
Pada perdagangan Jumat (13/9/2019), saham ITIC ditutup menguat 5,26 persen pada level Rp800. Di level harga itu, perseroan memiliki kapitalisasi pasar Rp752,58 miliar dan diperdagangkan pada price earning ratio 88,89 kali.
ITIC resmi melantai di BEI pada 4 Juli 2019. Dalam sepekan terakhir, saham ITIC telah memberikan imbal hasil 12,68%.