Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak dunia melanjutkan penguatan pada perdagangan Rabu (28/8/2019) seiring dengan rilisnya laporan inventaris minyak AS yang menunjukkan pasokan turun lebih daripada yang diharapkan pasar sehingga membantu meredakan kekhawatiran pasar terkait pertumbuhan ekonomi akibat perang dagang.
Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 13.21 WIB harga minyak berjangka jenis WTI di bursa Nymex bergerak menguat 0,6% menjadi US$55,53 per barel.
Sementara itu, minyak brent di bursa ICE menguat 0,5% menjadi US$60,01 per barel.
Adapun, berdasarkan data American Petroleum Institute (API), stok minyak mentah AS turun tajam sebanyak 11,1 juta barel pada pekan lalu, turun jauh bandingkan dengan ekspektasi pasar yang memperkirakan hanya turun 2 juta barel. API mengungkapkan penurunan tersebut diakibatkan lemahnya impor.
Managing Partner Valor Markets Stephen Innes mengatakan bahwa laporan API yang menunjukkan penurunan jika diikuti laporan mingguan pemerintah AS yang akan dirilis Rabu (28/8/2019) waktu AS, maka akan menjadi penurunan stok minyak mingguan terbesar dalam 9 bulan terakhir.
"Penurunan persediaan minyak mentah yang sangat besar, setidaknya untuk saat ini, telah mengistirahatkan malapetaka resesi dan kemuraman AS yang telah menggantung di pasar minyak seperti awan gelap," kata Stephen Innes seperti dikutip dari Reuters, Rabu (28/8/2019).
Baca Juga
Proyeksi Harga
Sementara itu, Analis PT Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan bahwa sentimen lainnya yang berpeluang menopang kenaikan harga minyak dalam jangka pendek adalah pernyataan OPEC terkait anggota dan sekutunya yang masih cukup disiplin untuk menjalankan pembatasan produksi.
“Untuk sisi atasnya, level resisten terdekat terlihat di US$55,80 per barel dan menembus ke atas dari level tersebut berpeluang memicu kenaikan lanjutan menuju US$56,30 per barel sebelum menargetkan ke resisten kuat di US$57 per barel,” ujar Faisyal seperti dikutip dari publikasi risetnya, Rabu (28/8/2019).
Sebaliknya, lanjut dia, jika bergerak turun, level support terdekat terlihat di US$55 per barel. Apabila level tersebut tertembus minyak berisiko lanjut turun menuju US$54,5 sebelum menargetkan support kuat di US$53,8 per barel.
Di sisi lain, kekhawatiran pasar tentang pertumbuhan global di tengah perang perdagangan yang berkecamuk antara AS dan China cenderung membatasi keuntungan.
Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Senin (27/8/2019) bahwa dirinya percaya China tulus tentang keinginan untuk mencapai kesepakatan, sementara Wakil Perdana Menteri China Liu He mengatakan China bersedia untuk menyelesaikan perselisihan melalui negosiasi yang tenang.
Keesokan harinya, kekhawatiran tentang perdagangan muncul kembali setelah kementerian luar negeri China mengatakan pihaknya tidak mendengar adanya panggilan telepon baru-baru ini antara AS dan China terkiat perdagangan.
China juga menuturkan pihaknya berharap AS dapat menghentikan tindakan yang salah dan menciptakan kondisi untuk pembicaraan.
Tercatat, harga minyak telah turun 20% sejak menyentuh level tertingginya pada April sebagian karena kekhawatiran pasar bahwa konflik perdagangan AS dan China akan mengganggu ekonomi global sehingga dapat mengurangi permintaan minyak.
Seperti yang diketahui, Kementerian Perdagangan China pada pekan lalu mengatakan akan mengenakan tarif tambahan 5% atau 10% pada total 5.078 produk yang berasal dari Amerika Serikat, termasuk minyak mentah, produk pertanian dan pesawat kecil.
Sebagai pembalasan, Trump mengatakan dia memerintahkan perusahaan-perusahaan AS untuk mencari cara untuk menutup operasional di China dan membuat produk di Amerika Serikat.