Bisnis.com, JAKARTA — PT Central Omega Resources Tbk. membidik dana segar hingga Rp2,4 triliun dari penerbitan hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dan pengembangan smelter.
Direktur Central Omega Resources Feni Silviani Budiman menjelaskan bahwa perseroan berencana melakukan penawaran umum terbatas (PUT) II. Perseroan akan melakukan peningkatan modal maksimal 9,5 miliar saham melalui rights issue dari 5,6 miliar saham menjadi 15,1 miliar saham.
Feni mengatakan perkiraan nilai emisi berkisar Rp1,9 triliun hingga sebanyak-banyaknya Rp2,4 triliun. Perseroan telah mengantongi izin dari rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 28 Februari 2019.
Dia menyebut perseroan telah melakukan pendaftaran PUT II ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 18 April 2019. Akan tetapi, masa berlaku pendaftaran berakhir pada Juni 2019 karena menggunakan dasar buku periode Desember 2018.
Oleh karena itu, lanjut Feni, emiten berkode saham DKFT itu akan melakukan pendaftaran lagi ke OJK dengan menggunakan buku periode April 2019.
“Jadi mungkin kami akan lakukan pendaftaran ulang [PUT II] dalam waktu dekat untuk posisi keuangan April 2019,” ujarnya akhir pekan lalu.
Baca Juga
Secara detail, DKFT akan menggunakan 50% dana yang dihimpun untuk modal kerja di entitas anak PT Mulia Pacific Resources, PT Itamatra Nusantara, dan PT Bumi Konawe Abadi.
Sisanya, atau sebanyak 50% akan digunakan sebagai modal kerja dan pengembangan smelter PT COR Industri Indonesia.
Lebih lanjut, Chief of External Relation & Business Development Central Omega Resources Andi Jaya mengatakan pembangunan smelter tahap II rencananya akan dimulai pada kuartal IV/2019. Sumber dana akan berasal 70% dari perbankan dan sisanya 30% dari perseroan dan mitra saat ini di COR Industri Indonesia.
“Ada calon mitra strategis baru tetapi belum bisa kami ungkapkan,” jelasnya.
Sebagai catatan, perseroan melalui entitas anak usaha, COR Industri Indonesia (CORII) telah membangun fasilitas pemurnian nikel atau smelter yang berlokasi di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Dalam proyek itu, DKFT menggandeng Macrolink Grup, China, sebagai mitra strategis.
Dalam laporan tahunan perseroan 2018, disebut telah dilakukan ekspor sebanyak 68.701 ton FeNi per akhir Desember 2018. CORII mulai beroperasi komersial sejak Mei 2018.
Perseroan membidik penjualan bijih nikel ke smelter 200.000 ton pada 2019. Selanjutnya, penjualan ekspor diincar 818.000 ton.
Dengan demikian, DKFT membik penjualan bijih nikel 1,01 juta ton pada 2019. Selanjutnya, perseroan membidik penjualan feronikel sebanyak 39.200 ton.
Dari situ, DKFT memproyeksikam mampu membukukan laba bersih Rp46,45 miliar pada 2019. Posisi itu berbalik dari kerugian Rp53,28 miliar akhir tahun lalu.