Bisnis.com, JAKARTA — PT Eka Sari Lorena Transport Tbk. menargetkan pertumbuhan pendapatan pada 2019 sebesar 20 persen hingga 25 persen.
Direktur Eka Sari Lorena Transport Dwi Rianta Soerbakti mengatakan bahwa perseroan optismistis dapat mencapai target pendapatan tersebut dengan sejumlah formula yang telah disiapkan.
“Growth [pendapatan] 20 persen—25 persen. Untuk laba kami target untung dulu, karena 3 tahun terakhir kami memang merombak total model bisnis kami, sehingga bleeding saat 2015–2017. Tahun lalu sudah membaik dan 2018 harusnya lebih baik lagi,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (12/6/2019).
Salah satu strategi yang diterapkan dengan cara mengubah model bisnis menjadi perusahaan angkutan premium dengan lebih mengandalkan kualitas dibandingkan dengan kuantitas.
Hal tersebut didorong oleh kondisi bisnis angkutan antarkota-antarprovinsi (AKAP) yang dinilai tidak akan bisa sebesar dulu. Perseroan melakukan perombakan strategi di market dan kualitas pelayanan menjadi premium.
Strategi tersebut sebenarnya sudah diterapkan perseroan sejak semester II/2017 lalu saat perseroan meluncurkan 12 bis tingkat atau double decker dengan interior, fasilitas, dan ruang penumpang yang lebih mewah dibandingkan dengan layanan sebelumnya.
“Meskipun market segment-nya memang tidak seluas angkutan massal yang standar, tapi profit margin jauh lebih baik, bisa beda hingga 30 persen,” ujarnya.
Selain itu, emiten berkode saham LRNA tersebut pada tahun ini akan fokus untuk masuk ke angkutan badar udara (bandara) dan Trans Jabodetabek, Jabodetabek Residence Connexion.
Untuk masuk ke bisnis tersebut, perseroan telah memiliki modal dengan mengantongi 70 izin untuk mengoperasikan bisnis angkutan trayek pendek tersebut.
“Itu [perkuat trayek pendek] salah satu program perubahan bisnis model yang kami lakukan sejak 2015–2018. Rute-rute yang bleeding kami tutup dan dialihkan ke rute lain atau layanan lain,” jelasnya.
Adapun LRNA telah menutup setidaknya 4 rute AKAP yang diberangkatkan dengan kota asal DKI Jakarta sepanjang tahun tersebut dengan alasan trayek tersebut merugi.
Selain itu, penutupan trayek dengan tujuan Kota Padang, Bukittinggi, Solo, dan Jogja disebabkan oleh persaingan dengan transportasi pesawat udara.
“Kami alihkan kekuatan armada kami untuk masuk ke commuter line yaitu Jabodetabek Residence Connexion dan Trans Jabodetabek,” imbuhnya.
Pada tahun ini, LRNA akan menganggarkan anggaran belanja modal senilai Rp10 miliar—Rp12 miliar yang digunakan menggunakan sumber pendanaan internal.
Adapun LRNA masih mengantongi sisa dana yang diserap dari hasil initial public offering senilai Rp16 miliar atau 12,56 persen.
“Tahun ini tidak banyak [belanja modal], hanya untuk pembelian armada sebagian dari angkutan bandara,” pungkasnya.