Bisnis.com, JAKARTA — PT Adaro Energy Tbk. mengantisipasi naiknya permintaan batu bara pada 2020 sejalan dengan beroperasinya sejumlah pembangkit listrik tenaga uap.
Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Adaro Energy Garibaldi Thohir menjelaskan bahwa permintaan batu bara sejuah ini masih dalam kondisi baik. Menurutnya, tidak terjadi kenaikan namun dalam level stabil.
Dia menjelaskan bahwa dari suplai dari tambang-tambang baru tidak bertambah signifikan. Pasalnya, terdapat kesulitan mendapatkan pendanaan dari perbankan untuk membuka tambang baru.
Dengan tidak adanya pembiayaan baru dari perbankan, lanjut dia, pasokan baru tidak meningkat. Kondisi itu membuat harga menjadi lebih stabil. “Kalau tidak ada pemain baru berarti harga bisa stabil di atas US$80 per ton,” ujarnya di Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Ke depan, dia menyebut permintaan batu bara akan bertambah. Hal tersebut sejalan dengan beroperasinya sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru di Indonesia, Vietnam, Jepang, dan India. “Tahun depan kami harus antisipasi karena PLTU banyak yang komersial tetapi saya lihat pasokan akan terbatas,” jelasnya.
Emiten berkode saham ADRO itu menyebut akan mempertahankan produksi batu bara di level 54 juta ton hingga 56 juta ton dalam 15—20 tahun ke depan.
Baca Juga
Boy, sapaan akrab Garibaldi, mengatakan perseroan juga akan memacu produksi coking coal melalui dua entitas anak usaha, Kestrel Coal Resources Pty Ltd. (Kestrel) dan Adaro MetCoal (AMC).
Dalam tiga tahun ke depan, ADRO memproyeksikan produksi coking coal Kestrel Coal Resources akan menembus 7 juta ton hingga 8 juta ton dari 6,5 juta ton pada 2019. Selain itu, perseroan juga akan mengerek produksi Adaro MetCoal dari 1 juta ton menjadi 3 juta ton dalam 2 tahun—3 tahun ke depan.