Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berlanjut pada perdagangan hari ketiga berturut-turut, Jumat (1/3/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah 51 poin atau 0,36% di level Rp14.120 per dolar AS, dari level penutupan perdagangan sebelumnya.
Pada perdagangan Kamis (28/2), rupiah berakhir melemah 39 poin atau 0,28% di level Rp14.069 per dolar AS, pelemahan hari kedua.
Rupiah mulai melanjutkan pelemahannya terhadap dolar AS ketika dibuka terdepresiasi 32 poin atau 0,23% di level Rp14.101 per dolar AS pagi tadi. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di level Rp14.101 – Rp14.130 per dolar AS.
Mata uang lainnya di Asia mayoritas juga melemah terhadap dolar AS, dipimpin yen Jepang dan baht Thailand yang masing-masing melemah 0,42% dan 0,37% pada pukul 17.46 WIB.
Sementara itu, indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau menguat 0,100 poin atau 0,1% ke level 96,257 pada pukul 17.36 WIB.
Pergerakan indeks dolar sebelumnya dibuka naik tipis 0,06% atau 0,056 poin di level 96,213, setelah berakhir cenderung flat di posisi 96,157 pada perdagangan Kamis (28/2).
“Sentimen berubah cerah karena data PDB AS yang lebih baik dari ekspektasi. Pasar dapat mendorong dolar melampaui 112 yen jika mendapat sinyal lebih positif dari serangkaian data AS yang dirilis pekan depan,” terang Daisaku Ueno, kepala strategi mata uang di Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities Co., Tokyo.
Dolar AS menguat setelah Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa ekonomi AS melambat lebih kecil dari ekspektasi pada kuartal IV/2018.
Pertumbuhan secara tahunan untuk kuartal tersebut mencapai 2,6%, lebih besar dari proyeksi sebesar 2,2% meskipun lebih rendah dari pertumbuhan pada kuartal III sebesar 3,4%.
Pertumbuhan yang lebih baik dari perkiraan pada kuartal keempat itu berhasil mendorong produk domestik bruto (PDB) AS naik 2,9% untuk tahun tersebut, sedikit di bawah target yang ditetapkan pemerintahan Trump yakni 3%.
Penguatan dolar AS tersebut pun menekan mata uang di Asia hari ini, selain karena keputusan MSCI Inc. untuk memperluas bobot saham domestik China (A-share).
Sebagaimana diberitakan Reuters, penyedia indeks global, MSCI, menggandakan empat kali lipat bobot saham China daratan dalam indeks acuan globalnya tahun ini.
Langkah ini disebut dapat menarik arus masuk asing baru senilai lebih dari US$80 miliar ke dalam negara berkekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia itu. Hal ini sekaligus menyulut kekhawatiran arus keluar dari negara-negara lain di kawasan Asia.
“Ada sejumlah faktor eksogen yang menekan mata uang Asia hari ini. Penguatan dolar AS pascarilis data PDB AS yang lebih baik dari ekspektasi menahan pergerakan kebanyakan mata uang,” ujar Mitul Kotecha, pakar strategi emerging market di TD Securities, Singapura.