Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan produksi baja China diperkirakan akan melambat pada 2018 lantaran penutupan pabrik yang diamanatkan oleh negara dan kebijakan untuk melindungi lingkungan yang mengetat. Analis melihat kondisi ini mendorong terciptanya keseimbangan pasar.
Menurut sebuah jajak pendapat terhadap 15 analis dalam survei Financial Times, produsen logam terbesar di dunia itu akan mengalami kenaikan kecil dalam output sebesar 0,6% pada tahun ini.
Padahal tahun lalu, output baja tercatat meningkat hingga 5,7% pada periode Januari—November. Analis menilai bahwa perlambatan tersebut bisa berdampak positif bagi keseimbangan pasar global.
“Pasalnya, kenaikan produksi yang moderat dari China yang menyumbang sekitar separuh dari total produksi global dapat mengembalikan keseimbangan pasar yang telah dirusak oleh jatuhnya harga 2 tahun lalu karena kelebihan pasokan,” paparnya.
Menurut Asosiasi Baja Dunia/World Steel Association (WSA), perlambatan yang diantisipasi terjadi meski ada prospek ekonomi China yang kuat dan kontras dengan kenaikan 5,7% output baja pada 11 bulan pertama di 2017.
“Total pasar tampaknya kembali ke ‘normal’ yang lebih stabil dengan ekspor China yang terkendali,” kata Rod Beddows dari HCF International Advisers.
Baca Juga
Di bawah reformasi sektor baja yang membengkak, Beijing telah memerintahkan penutupan pabrik yang paling tidak efisien dan kotor.
Ini juga memberlakukan pembatasan musiman pada berbagai industri dan proyek konstruksi besar dalam upaya mengurangi polusi udara selama musim dingin.
“Kami perkirakan penutupan kapasitas yang terjadi di China terus membawa dampak positif pada pasar baja secara global pada 2018,” kata Peter Archbold, senior director di Fitch Rating Ltd.
Archbold menjelaskan bahwa penutupan tersebut juga menurunkan volume yang diekspor, sehingga memperbaiki keseimbangan pasar dan harga domestik di pasar baja regional lainnya.