Bisnis.com, JAKARTA – Harga platinum kembali menembus level US$1.000 setelah dalam empat bulan mengalami kemerosotan hingga menyentuh level terendahnya di US$880 pada 12 Desember 2017.
Harga platinum pada penutupan perdagangan Jumat (19/1/2018) naik 0,40 poin atau 0,04% menjadi US$1.013,60 per troy ounce. Harga berhasil menembus level US$1.000 dua hari sebelumnya setelah sebelumnya gagal bertahan sejak 8 September 2017.
Setelah tertinggal dari logam mulia lainnya pada tahun lalu, akhirnya platinum bisa kembali bangkit. Platinum menunjukkan kinerja yang tidak bergairah dibandingkan dengan emas, perak, dan paladium semenjak menguaknya skandal Volkswagen pada 2015, sehingga menyebabkan prospek platinum kian meredup pada pembelian kendaraan berbahan bakar diesel, terutama di Eropa.
Dilansir dari Bloomberg, para investor berbalik optimistis terhadap harga platinum seiring dengan tanda—tanda pertumbuhan global yang disinkronkan sehingga mendorong ekspektasi permintaan.
“Ada perubahan dalam sentimen platinum,” kata Maxwell Gold, Direktur Strategi Investasi di ETF Securities.
Gold menuturkan platinum sebenarnya telah mengalami rebound, mulai mengejar paladium dan emas sejak The Federal Reserve menaikkan tingkat suku bunga pada tahun lalu. Sentimen yang memperkuatnya datang dari China yang mulai menerapkan standar emisi yang lebih ketat, sehingga mendorong permintaan logam.
Baca Juga
Standar emisi yang lebih ketat di China termasuk batas polusi yang lebih rendah ditetapkan pada tahun ini untuk semua kendaraan diesel. Artinya, penggunaan catalytic converter yang menggunakan platinum sebagai bahan baku pembuatan kendaraan diesel akan lebih tinggi untuk memenuhi persyaratan.
Menurut World Platinum Investment Council (WPIC), pada tahun ini diperkirakan pasar platinum akan mengalami defisit sebesar 275.000 ounce lantaran konsumsi perhiasan dan industri meningkat.
Shree Kargutkar, Manajer Portofolio di Sprott Asset Management yang berbasis di Toronto menuturkan, Afrika Selatan yang menyumbang lebih dari 70% pasokan platinum global memiliki prospek ekonomi yang membaik dan mendorong reli terhadap dolar AS.
Hal itu menimbulkan biaya relatif untuk memproduksi logam dan memberikan tekanan lebih besar pada perusahaan pertambangan untuk bisa bertahan.
“Tren itu benar—benar nyata. Investor melihat platinum sebagai penyimpan nilai. Dalam jangka pendek, itu akan menjadi pendorong utama,” kata Kargutkar.