Bisnis.com, JAKARTA--Setelah melaksanakan RUPS, harga saham emiten aneka industri PT Pelat Timah Nusantara Tbk., (NIKL) melonjak.
Pada penutupan perdagangan Selasa (21/3), harga saham NIKL tumbuh 420 poin atau 19,09% menuju Rp2.620.
Artinya sepanjang tahun berjalan, harga sudah meningkat 16,44%. Tahun lalu, saham NIKL meroket 4.400% menuju Rp2.250 pada 30 Desember 2016, setelah sebelumnya diperdagangkan di level Rp50.
Ardhiman TA, Direktur Utama PT Pelat Timah Nusantara Tbk., mengatakan perusahan menargetkan pertumbuhan pendapatan sekitar 3% year on year/ yoy pada tahun ini dari realisasi 2016 senilai US$131,66 juta.
Kenaikan terjadi tersebut seiring dengan meningkatnya kebutuhan kemasan dari pasar domestik, khususnya dalam industri makanan.
"Penetrasi pasar kita masih ke domestik untuk tahun ini," ujarnya dalam acara paparan publik setelah rapat umum pemegang saham (RUPS), Selasa (21/3/2017).
Berdasarkan laporan keuangan per Desember 2016, perseroan meraih pendapatan sebesar US$131,66 juta, turun 4,15% yoy dibandingkan US$137,36 juta pada 2015. Artinya, pemasukan pada 2017 ditargetkan sejumlah US$135,61 juta.
Kendati pendapatan 2016 menurun, NIKL berhasil mencatatkan laba tahun berjalan sebesar US$2,52 juta dari rugi senilai US$6,01 juta pada 2015. Pembukuan laba disokong oleh berbaliknya laba penjualan scrap senilai US$406,675 dari posisi rugi sejumlah US$499.318, dan selisih kurs senilai US$418.593 dari posisi rugi sejumlah US$235.859.
Pengky Frusman, Sekretaris Perusahaan PT Pelat Timah Nusantara Tbk., menyampaikan penjualan scrap merupakan bahan sisa non premium atau pelat timah kelas rendah (downgrade). Contoh produk dari bahan scrap ialah penyangga obat nyamuk.
Dia optimis perusahaan dapat meningkatkan pemasukan seiring dengan meningkatnya kebutuhan kemasan di dalam industri makanan. Pada 2016, segmen pasar NIKL mencakup perusahaan susu sebesar 29,23%, kimia 21,31%, makanan 15,93%, biskuit dan permen 12,67%, cat 13,12%, kaleng umum 6,22%, minyak goreng 1,15%, serta buah dan minuman 0,38%.
"Bisa dikatakan penjualan kita di atas 50% untuk industri makanan, makanya kita pacu di sana," tuturnya.
Oleh karena itu, perusahaan menggelontorkan belanja modal sebesar US$6 juta yang mayoritas digunakan untuk pembelian suku cadang dan upgrade mesin. Peningkatan kinerja mesin bertujuan memenuhi tuntutan pasar industri pangan yang menginginkan kualitas kemasan premium.
Pengky menambahkan, kinerja perusahaan juga dipengaruhi oleh harga timah global, karena semua bahan baku diimpor dari induk usaha di Jepang. Perusahan itu ialah Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation yang memegang 35% saham NIKL.
"Ketika harga timah naik, ongkos pembelian kita juga meningkat sehingga ada pengaruh ke harga jual nantinya," tuturnya.
Pada penutupan perdagangan Senin (20/3), harga timah di bursa London Metal Exchange meningkat 60 poin atau 0,3% menjadi US$20.350 per ton. Sepanjang tahun berjalan harga terkoreksi 3,67%.
Tahun lalu, harga timah melonjak 44,2% menjadi US$21.125 per ton. Tren ini berbalik dari 2015 saat harga merosot 24,97%.
Dari sisi penjualan, perusahaan bakal menaikan produksi pada tahun ini, setelah mengalami pertumbuhan 6,51% yoy pada 2016. Kapasitas produksi perseroan mencapai 160.000 ton per tahun, yang berasal dari pabrik di Cilegon, Banten.