Bisnis.com, JAKARTA - Lira mengalami depresiasi paling tajam dalam 8 tahun terakhir usai kabar upaya kudeta di Turki, Sabtu (16/7/2016).
Presiden Turki Tayyip Erdogan, melalui panggilan video facetime, mengklaim memegang kontrol penuh atas pemerintahan di Turki usai malam tadi faksi angkatan darat negara tersebut mengumumkan telah mengambil alih kekuasaan.
Mata uang Turki, lira, anjlok 4,78% ke 3,0157 pada akhir perdagangan pekan ini, penurunan harian paling tajam sejak 2008. Indeks iShares MSCI Turki yang diperdagangkan di New York merosot 2,5% pada penutupan perdagangan.
“Ini adalah syok politik yang tidak diduga Satu-satunya kesimpulan adalah akan ada gejolak politik lanjutan. Banyak dana telah mengalir ke Turki, pasti sebagian akan berbalik keluar. Mata uang Turki pasti melemah hingga ada kepastian,” kata Jorge Mariscal dari UBS Group AG kepada Bloomberg.
Turki adalah pasar keuangan di wilayah timur Eropa dengan kinerja terbaik tahun ini sebelum upaya kudeta, menguat 15% sejak awal tahun. Ekonomi Turki tumbuh 4,8% pada kuartal I/2015, lebih pesat dari proyeksi ekonom.
Emad Mostaque, dari Ecstrat Ltd, memperkirakan saham yang diperdagangkan di Turki bisa jatuh hingga 20% bagaimanapun kelanjutan dari upaya kudeta Jumat malam.
“Walaupun kudeta gagal, ini adalah bencana bagi Turki. Risiko politik akan melesat. Kudeta yang sukses juga tidak bagus bagi pasar karena partai Erdogan memiliki dukungan politik yang kuat,” kata Mostaque.
Turki telah tiga kali melalui kudeta militer sejak 1960. Namun, pengaruh militer telah merosot drastis sejak partai Ak yang dipimpin Erdogan berkuasa pada 2002.
Kudeta militer terakhir pada 1997 membuat indeks Istambul merosot 15% dalam 3 hari perdagangan. Indeks kemudian berbalik reli dan naik hingga 254% sepanjang tahun.