Bisnis.com, JAKARTA--Emiten minyak dan gas PT Medco Energi International Tbk. terancam batal mengakuisisi PT Newmont Nusa Tenggara lantaran aksi penerbitan saham baru melalui rights issue belum disetujui pemegang saham.
Direktur Utama Medco Energi Hilmi Panigoro mengatakan rencana rights issue tidak dapat dibahas di dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang digelar Rabu (29/6) lantaran tidak memenuhi quorum. Agenda penerbitan saham baru itu harus tertunda lantaran perseroan harus meminta izin kepada pemegang saham.
"Rights issue harus mendapatkan persetujuan dari 2/3 pemegang saham. Agenda itu tidak dibahas karena tidak quorum. Kami akan adakan rapat khusus," ujarnya dalam paparan publik, Rabu (29/6).
Dua aksi korporasi tengah dirancang oleh Medco. Perseroan menerbitkan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) sebanyak 3,04 miliar lembar dengan target perolehan dana Rp4,65 triliun.
Dana hasil rights issue itu sebesar 70% akan digunakan untuk refinancing dan 30% bagi kebutuhan modal kerja. Perseroan juga tengah merancang penawaran umum berkelanjutan (PUB) II dengan nilai Rp5 triliun.
Tahap pertama, obligasi yang dirilis senilai Rp1,5 triliun. Dana dari emisi obligasi sebesar 70% juga bakal dialokasikan untuk refinancing dan sisanya bagi kebutuhan modal kerja dan rencana akuisisi.
Hilmi menjelaskan, rencana pencaplokan saham Newmont masih terus berlangsung. Perseroan enggan mengungkapkan ganjalan yang tengah dihadapi dalam rencana akuisisi perusahaan emas itu.
Belum lama ini, Komisaris Utama Medco Muhammad Lutfi menyebutkan tinggal selangkah lagi proses akuisisi 76% saham Newmont. Diproyeksi, dana akuisisi mencapai US$2,2 miliar setara dengan Rp30 triliun.
Saat ini, komposisi saham NNT dikempit oleh Nusa Tenggara Partnership B.V. sebesar 56%, PT Multi Daerah Bersaing sebesar 24%, PT Pukuafu Indah sebesar 17,8%, dan PT Indonesia Masbaga sebesar 2,2%. Sedangkan, sebesar 7% saham Nusa Tenggara Partnership B.V, tengah dalam proses divestasi kepada pemerintah Indonesia.
Adik pengusaha Arifin Panigoro itu menyebutkan perseroan membuka peluang untuk mengakuisisi perusahaan sesuai dengan lini bisnis di sektor energi, pertambangan, dan infrastruktur. Penguatan di tiga pilar sektor itu dilakukan dengan aksi anorganik.
Sementara itu, Hilmi menyebutkan penerbitan obligasi senilai Rp1,5 triliun diklaim terpenuhi nyaris sesuai target. Menurutnya, penyerapan dana obligasi mencapai 90% dari total target Rp1,5 triliun.
Secara keseluruhan, penawaran umum berkelanjutan (PUB) II yang dirancang mencapai Rp5 triliun. Perseroan juga tengah bernegosiasi untuk pinjaman dari perbankan.
Adapun, tahun ini perseroan menganggarkan belanja modal (capital expenditure/Capex) senilai US$100 juta hingga US$140 juta. Belanja modal tahun ini terbilang merosot tajam dari tahun sebelumnya yang mencapai US$315 juta.