Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Tiphone Mobile: Menakar Potensi Bisnis Voucher

Tahun ini PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk. memperoleh klaster baru untuk distribusi voucher isi ulang pulsa ponsel dan menggandeng perusahaan ponsel pintar asal Taiwan untuk membangun pabrik di Indonesia. Bagaimana estimasi kinerja perseroan tahun ini?
Tiphone telah memperoleh dua klaster baru dari Telkomsel pada Juni 2015. /Bisnis.com
Tiphone telah memperoleh dua klaster baru dari Telkomsel pada Juni 2015. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Tahun ini PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk. memperoleh klaster baru untuk distribusi voucher isi ulang pulsa ponsel dan menggandeng perusahaan ponsel pintar asal Taiwan untuk membangun pabrik di Indonesia. Bagaimana estimasi kinerja perseroan tahun ini?

Selama paruh pertama tahun ini Tiphone sudah mengantongi pendapatan voucher senilai Rp5,3 triliun, naik 38% secara tahunan. Perolehan ini sejalan dengan perkiraan Maybank Kim Eng, yang memperkirakan bisnis voucher emiten berkode saham TELE itu dapat memberikan pendapatan Rp13,7 triliun sepanjang tahun ini. Bila terealisasi, TELE menguasai pangsa pasar sebesar  23% tahun ini.

“Kami yakin TELE mampu menaikkan penjualan voucher pada kuartal mendatang sehingga terpenuhilah pendapatan sesuai target kami tahun ini Rp19,8 triliun,” tulis Emanuella Clarissa dan Isnaputra Iskandar, analis Maybank Kim Eng, dalam riset yang terbit pada Rabu (2/9/2015).

Bahkan, penjualan voucher dapat meningkat lagi bila Tiphone memperoleh klaster baru pada 2016 yang berasal dari pembaruan kontrak dan perjanjian dengan agregator potensial sebagai distributor voucher perbankan swasta.

Maybank Kim Eng memprediksi setiap 1% peningkatan pangsa pasar, pendapaan Tiphone bakal meningkat sekitar Rp600 miliar per tahun.

Lewat perjanjian anyar itu, TELE akan mulai menjual voucher lewat bank swasta. Saat ini, kontribusi penjualan voucher via perbankan sekitar 5% dari total penjualan kartu prabayar Telkomsel, anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM). Selain itu, pangsa pasarnya akan meningkat lagi bila terjadi pembaruan kontrak dari klaster Telkomsel.

“Kami yakin dengan penjualan Telkomsel yang memuaskan bagi TELE dan hubungan kuat antara TELE dengan TLKM, TELE bisa memperoleh klaster lainnya dari Telkomsel tahun ini,” seperti dikutip dari riset itu.

Pada 29 Juli 2015, perseroan meneken kesepakatan dengan Arima Communication Corp. untuk membangun pabrik ponsel pintar di Indonesia.
Arima bergerak di bidang pabrik original equipment manufacturer (OEM) dan original design manufacturer (ODM) industri ponsel pintar.

Tiphone mengantongi 55% saham di perusahaan patungan tersebut, sisanya dipegang perusahaan asal Taiwan itu. Modal awal untuk membentuk perusahaan patungan bernama PT Adi Reka Mandiri itu mencapai US$5 juta.

Dalam kerja sama itu, Tiphone bertanggung jawab menyiapkan penjualan dan bekerja sama dengan TLKM, Telkomsel, dan distributor lain serta pelayanan purna jual. Perusahaan yang berdiri sejak 2008 itu pun harus menyiapkan rencana pemasaran untuk tiga tahun mendatang.

Pabrik rencananya dibangun di area seluas 7.000 meter persegi di Cikarang, Jawa Barat. Untuk tahap pertama, produksi diperkirakan mencapai 100.000 unit per bulan.

Pada dua hingga tiga tahun mendatang, kapasitas produksi ditingkatkan menjadi 500.000 unit per bulan. Awalnya, pabrik bakal fokus di perakitan, hingga akhirnya beralih ke produksi serta penelitian dan pengembangan.

“Perusahaan patungan itu akan memiliki dampak kecil bagi TELE pada beberapa tahun mendatang. Dalam jangka lebih panjang, kami yakin perusahaan patungan itu bisa menambah nilai ke bisnis TELE,” seperti dijelaskan dalam riset itu.

KONTEN LOKAL

Emanuella dan Isnaputra yakin implementasi dari  kewajiban konten lokal dapat memicu produksi ponsel pintar di Indonesia. Pemerintah juga berkeinginan menaikkan produksi ponsel pintar lokal dengan cara memberikan pelonggaran pajak ke produsen.

Regulasi konten lokal telah dirampungkan oleh tiga kementrian yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.

Di bawah aturan tersebut, seluruh perangkat 4G harus mengandung sekitar 30% dari konten lokal. Aturan tersebut efektif pada 2017. Konten mencakup perangkat lunak, perangkat keras, dan perakitan.

Depresiasi rupiah yang masih berlanjut diperkirakan berdampak kecil ke perolehan laba bersih Tiphone. Hal ini mengingat mayoritas transaksi perseroan menggunakan rupiah. Untuk transaksi valuta asing, perseroan pun sudah melakukan lindung nilai.

Pada 17 Juni 2015, Tiphone mendapatkan fasilitas pinjaman kredit dari bank sindikasi berupa fasilitas revolving loan senilai Rp1,87 triliun.
Pinjaman valas anyar ini menggantikan pinjaman rupiah sebelumnya yang berbunga 13%. Untuk memerangi volatilitas nilai tukar, Tiphone telah melindung nilai pinjaman dolar AS selama tiga tahun di nilai tukar Rp13.290 per dolar AS dengan biaya seluruhnya 11%. 

Maybank Kim Eng memperkirakan depresiasi rupiah sebesar 11% (menggunakan asumsi Rp13.750 per dolar AS) bakal memangkas 3% dari laba bersih perseroan tahun ini akibat rugi selisih kurs dari pinjaman.

Namun, pada 2016-2017, TELE dapat menghemat biaya bunga sebesar Rp18 miliar hingga Rp24 miliar, dengan asumsi nilai tukar Rp14.000 per dolar AS. Dari perhitungan ini, Maybank Kim Eng meningkatkan prediksi laba bersih TELE pada 2016-2017 sebesar 7%-8%.

Sementara itu, Credit Suisse memperkirakan pertumbuhan Tiphone tahun ini berasal dari penaikan pangsa pasar distribusi voucher Telkomsel, setelah TLKM lewat PT PINS Indonesia mengakuisisi 25% saham dalam TELE tahun lalu.

Manajemen Tiphone dalam pertemuan dengan Credit Suisse memperkirakan ada tambahan pangsa pasar sebesar 4%-5% dari distribusi voucher ke perbankan pada tahun ini.

Margin kotor dari distribusi bank diperkirakan sekitar 3,75%. Angka ini lebih rendah dari margin campuran sebesar 5%, tetapi dengan biaya tetap. Adapun, margin bersih diperkirakan mencapai 1,5%-2%.

Tiphone telah memperoleh dua klaster baru dari Telkomsel pada Juni 2015. Dari perjanjian ulang ini, perseroan memperoleh pangsa pasar tambahan sebesar 1%. 

Manajemen Tiphone memperkirakan Telkomsel akan memberi area klaster distribusi lagi. Langkah ini merupakan bagian dari rencana pemetaan ulang klaster-klaster Telkomsel.

Telkomsel bakal memangkas jumlah klaster dari 270 menjadi 130 klaster dan jumlah dealer dari 90 menjadi 50 untuk meningkatkan efisiensi operasional. Proses ini dimulai pada September 2015.

Priscilla Tjitra, analis Credit Suisse, dalam riset yang terbit beberapa waktu lalu memperkirakan pangsa pasar Tihpone pada tahun ini sebesar 20% dan akan meningkat menjadi 30% dalam 3 tahun mendatang.

Kinerja Tiphone Mobile: Menakar Potensi Bisnis Voucher

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Kamis (17/9/2015)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper