Bisnis.com, JAKARTA -- Kesuksesan penyerapan sukuk global dengan permintaan yang oversubsribed memberikan sinyal positif bahwa investor asing masih percaya pada kestabilan perekonomian Indonesia.
Fakhrul Aufa, Analis Obligasi PT Penilai Harga Efek Indonesia, menuturkan pasar selalu melakukan penyesuaian dengan imbal hasil U.S Treasury yang saat ini bergerak naik sehingga kupon yang diberikan pemerintah semakin tinggi.
“Ini bisa jadi salah satu indikator bahwa asing masih cukup optimistis dgn kondisi ekonomi indonesia ke depannya karena mereka melihat efek inflasi seperti saat ini hanya sementara, dan tahun depan akan jauh lebih baik,” paparnya Rabu (11/9/2013).
Investor asing, lanjutnya, lebih melihat ke fundamental ekonomi suatu negara. Sebagai contoh, Rusia dan India yang juga tergabung dalam emerging market saat ini memiliki risiko lebih tinggi jika dibandingkan Indonesia.
Seperti diberitakan Bloomberg, Selasa (4/9), Rusia gagal meraih dana sebesar-besarnya pada lelang obligasi, mengikuti India dan Taiwan yang juga kesulitan meraih pinjaman, seiring menjauhnya investor dari aset di emerging market.
Pemerintah meraup US$1,5 miliar dari penawaran sukuk global dengan imbal hasil 6,125% dan kupon 6,375% mengindikasikan risiko berinvestasi di Indonesia terus meningkat di tengah sentimen negatif ekonomi global.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menuturkan permintaan terhadap sukuk global tersebut meningkat hampir enam kali lipat atau senilai US$5,6 miliar.
Dia menjelaskan sukuk global tersebut bertenor 5,5 tahun sehingga akan jatuh tempo pada Maret 2019, dengan komposisi sebanyak 24% sukuk global dimiliki oleh investor di AS, 16% di Eropa, 20% di Timur Tengah, 25% di Asia, dan 15% di domestik.
Rusia hanya mampu menjual US$182 juta obligasinya yang dikenal dengan nama OFZ notes bertenor 3 tahun pada 4 Septmeber 2013. Sementara itu, pada pekan sebelumnya, pemerintah Rusia membatalkan lelang karena hanya diikuti satu penawar.