Bisnis.com, JAKARTA—Rupiah mencatatkan pelemahan terdalam sejak September 2011 pada pekan lalu, seiring dengan kebijakan Bank Indonesia yang akan membiarkan nilai tukar mata uang tersebut bergerak sesuai dengan permintaan pasar.
Bank sentral itu menyatakan bahwa rupiah telah bergerak menuju ke equilibrium baru dan telah mecerminan nilai fundamental ekonominya. Pernyataan tersebut disampaikan pada 23 Juli 2013 saat rupiah mencatatkan pelemahan terbesar dalam 13 bulan.
Tanda-tanda kepasrahan yang diisyaratkan BI wajar adanya, mengingat defisit transaksi berjalan pada 2012 merupakan yang terhebat sejak 1996. Adapun neraca perdagangan terus defisit dalam 7 dari 8 bulan hingga Mei 2013.
Sementara itu, cadangan devisa terkuras hingga tersisa kurang dari US$100 miliar pada Juni 2013. Menurut BI, ini adalah untuk pertama kalinya sejak Februari 2011, cadangan devisa lebih rendah dari level psikologis tersebut.
“Bank Indonesia mulai membiarkan depresiasi rupiah yang lebih besar untuk menjaga cadangan devisa dan menggenjot ekspor,” kata Dian Ayu Yustina, ekonom Bank Danamon Indonesia.
“Saya masih pesimistis dengan neraca perdagangan kita karena mitra dagang kita belum menunjukkan pemulihan yang berkelanjutan, sehingga kita akan terus terbebani oleh defisit perdagangan,” sambungnya.
Rupiah anjlok 1,8% sepanjang pekan lalu menuju Rp10.266 per dollar AS pada pantauan pukul 3.46 WIB pada Jumat (26/7/13). Level spot itu bahkan sempat menyentuh 10.286 sehari sebelumnya, terendah dalam 4 tahun terakhir.