Bisnis.com, JAKARTA — Penggunaan instrumen reksa dana penyertaan terbatas kian marak dijadikan sebagai alternatif pembiayaan sejumlah proyek infrastruktur di dalam negeri.
Setelah menunda rencana divestasi pada 2017, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. akhirnya mendapatkan dana segar dari penerbitan reksa dana penyertaan terbatas ekuitas (RDPT) Danareksa Infrastruktur Trans Jawa. Anak usaha perseroan, PT Waskita Toll Road menjadikan kepemilikan saham di cucu usaha, PT Waskita Transjawa Toll Road (WTTR), sebagai underlying asset.
Waskita Toll Road mengalihkan 57,14% kepemilikan saham lama WTTR kepada RDPT senilai Rp2,85 triliun dan menerbitkan saham baru 30% kepada RDPT senilai Rp2,15 triliun. Dengan demikian, RPDT menguasai 70% saham WTTR sedangkan saham WTR terdilusi menjadi 30% dari sebelumnya 99%.
Direktur Utama Waskita Toll Road Herwidiakto menjelaskan bahwa perseroan mendapatkan dana segar Rp5 triliun melalui skema tersebut. Rencananya, dana hasil penerbitan saham baru senilai Rp2,15 triliun akan digunakan sebagai modal penyelesaian proyek di tiga ruas milik WTTR.
Dia mengungkapkan proses penawaran instrumen RDPT kepada para investor hanya berlangsung dua bulan. Dalam tempo tersebut, target dana yang ingin dihimpun oleh perseroan langsung terpenuhi.
“Melalui penerbitan RDPT ini, WTR memiliki ruang yang lebih lebar untuk menyelesaikan proyek existing dan melakukan investasi di proyek jalan tol baru,” ujarnya di Jakarta, Selasa (10/4).
Baca Juga
Herwidiakto menampik bahwa upaya divestasi perseroan gagal pada tahun lalu. Menurutnya, tawaran sejumlah investor yang masuk belum sesuai dengan target perseroan.
Setelah mendapatkan Rp5 triliun, Manajemen Waskita Karya sebelumnya menyebut mengincar dana segar dari divestasi tiga ruas tol lainnya. Perseroan membidik Rp2,5 triliun dari divestasi Solo-Ngawi, Ngawi-Kertosono, dan Semarang-Batang.
Di sisi lain, Direktur PT Mandiri Manajemen Investasi Endang Astharanti mengungkapkan proses RDPT PT Jasa Marga (Persero) Tbk. untuk tiga ruas tol telah mendapat surat tercatat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Instrumen tersebut akan berbasis ekuitas bukan surat utang.
“Sudah efektif sehingga kita bisa formal offering kepada 100 orang nasabah terbatas,” ujarnya saat dimintai konfirmasi, Selasa (10/4/2018).
Seperti diketahui, Jasa Marga akan melakukan divestasi saham di tiga entitas anak yakni PT Jasamarga Semarang Batang (JSB), PT Jasamarga Solo Ngawi (JSN), dan PT Ngawi Kertosono Jaya (NKJ). Perseroan akan melepas kepemilikan 20% saham dengan target dana serapan Rp3 triliun.
JSB merupakan perseroan pemegang konsesi dan operator ruas jalan tol Semarang-Batang sepanjang 75 kilometer (km). Saat ini, JSMR menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 60% sementara sisanya dikuasai oleh anak PT Waskita Karya (Persero) Tbk., PT Waskita Toll Road (WTR) dengan total nilai investasi Rp11,5 triliun.
Selanjutnya, NKJ merupakan anak usaha yang menjadi pemegang konsesi dan operator ruas jalan tol Ngawi-Kertosono sepanjang 87,02 km. Tercatat, nilai investasi proyek tersebut mencapai Rp3,83 triliun dengan JSMR memegang 60% saham dan WTR 40% saham.
Terakhir, JSN memegang konsesi dan menjadi operator ruas tol Solo-Ngawi sepanjang 90,10 km. Nilai investasi dalam proyek tersebut Rp5,13 triliun dengan JSMR sebagai pemegang saham mayoritas 60% dan sisanya dimiliki oleh WTR.
Mohamad Agus Setiawan, Corporate Secretary Jasa Marga menjelaskan bahwa penerbitan instrumen tersebut sebagai langkah perseroan untuk mendapatkan modal dalam penyelesaian proyek dan pengembangan ruas tol baru. Beberapa ruas yang menjadi prioritas penyelesaian tahun ini yakni Bogor Ring Road (BORR) Seksi 2B, Solo-Ngawi, dan Semarang-Batang.
“Berbagai alternatif pembiayaan terus kami kaji termasuk RDPT,” imbuhnya.
BENEFIT KORPORASI
Managing Director Lembaga Management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LM FE UI) Toto Pranoto menilai skema RDPT menjadi skema alternatif pembiayaan bagi korporasi. Pasalnya, instrumen tersebut memungkinkan penggunanya menentukan tenor dan maturity sesuai umur proyek.
Bahkan, sambungnya, RDPT dapat menjadi shareholder proyek bersangkutan. Dengan demikian, skema tersebut menjadi alternatif pembiayaan di luar kredit perbankan dan obligasi.
“RDPT menjadi instrumen yang semakin ramai. Perumnas telah memakai instrumen ini untuk program percepatan pembangunan rumah begitu juga pembangunan Bandar Udara Kertajati,” jelasnya.
Frankie Wijoyo Prasetio, Head of Equity Trading Phintraco Sekuritas Medan, mengungkapkan hal senada. Menurutnya, RDPT menjadi alternatif mengingat pinjaman perbankan akan membuat keuntungan korporasi tertekan dalam jangka pendek akibat bunga pinjaman.
Untuk Waskita Karya misalnya, Frankie menilai balance sheet menjadi lebih sehat dengan adanya divestasi ruas tol tersebut. Dengan price to earning ratio (PER) di level 8,9 kali, saham perseroan menjadi sangat menarik untuk diakumulasi saat ini.