Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah berhasil melanjutkan apresiasinya hingga akhir perdagangan hari ketiga berturut-turut, Selasa (2/1/2018), sejalan dengan apresiasi mayoritas mata uang Asia terhadap dolar AS.
Rupiah ditutup menguat 0,30% atau 41 poin di Rp13.514 per dolar AS. Pagi tadi, rupiah dibuka dengan penguatan 0,11% atau 15 poin di posisi 13.540, setelah pada perdagangan terakhir sebelum libur Tahun Baru (29/12/2017) berakhir terapresiasi 0,01% atau 2 poin di posisi 13.555.
Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.504 – Rp13.554 per dolar AS.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan laju inflasi Indonesia pada Desember 2017 mencapai 0,71%. Sementara itu, inflasi tahunan sepanjang 2017 sebesar 3,61% atau sesuai target APBNP 2017.
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengatakan bahwa inflasi Desember sudah diduga mengingat banyaknya permintaan saat libur Natal dan Tahun baru.
“0,71% ini oke, karena secara total inflasi tahunan 3,61% [sesuai APBNP 2017],” kata Kecuk, seperti dilansir Bisnis.com.
Baca Juga
Sementara itu, mayoritas mata uang lainnya di Asia terpantau menguat, dipimpin ringgit Malaysia sebesar 0,67%, dolar Singapura dengan 0,61%, dan won Korea Selatan yang terapresiasi 0,49%, berdasarkan data Bloomberg.
Dolar Hong Kong terpantau satu-satunya mata uang di Asia yang bergerak flat cenderung terdepresiasi pada pukul 17.00 WIB.
“Mayoritas mata uang Asia mengawali perdagangan tahun baru dengan penguatan di tengah wacana penjualan dolar AS oleh eksportir serta setelah dana mengalir masuk ke saham-saham regional,” ujar Saktiandi Supaat, kepala riset forex di Malayan Banking Bhd. dalam risetnya, seperti dikutip dari Bloomberg.
Adapun indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terpantau bergerak di zona merah dengan pelemahan 0,41% atau 0,381 poin ke 91,859 pada pukul 16.50 WIB. Sebelumnya indeks dolar dibuka turun tipis 0,03% atau 0,031 poin di level 92,209.
Beberapa analis mengatakan, greenback kemungkinan akan tertinggal lebih jauh dari mata uang lainnya pada 2018 saat investor mengharapkan bank sentral utama lainnya melakukan pengurangan stimulus, sedangkan bank sentral AS The Federal Reserve telah memberi sinyal akan menaikkan tingkat suku bunga lebih lanjut.
“Dolar AS akan menghadapi headwinds lebih pada 2018,” kata Chris Gaffney, Presiden Everbank di St. Louis Missouri, seperti dikutip dari Reuters.