Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Transaksi Saham Hari Ini Tembus Rp45 Triliun, DSSA dan AMMN Paling Jumbo

Nilai transaksi saham di BEI tembus Rp42 triliun, dipimpin transaksi jumbo saham DSSA dan AMMN.
Fahmi Ahmad Burhan, Ana Noviani
Selasa, 26 Agustus 2025 | 16:24
Warga melintasi kantor PT Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Minggu (3/8/2025). JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Warga melintasi kantor PT Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Minggu (3/8/2025). JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai transaksi perdagangan saham pada hari ini, Selasa (26/8/2025), menembus Rp45 triliun. Lonjakan itu didorong oleh transaksi saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) dan PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) yang masing-masing mencapai Rp5 triliun.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, nilai transaksi pada hari ini melonjak menjadi Rp45,79 triliun atau lebih tinggi 135,78% dari Rp19,42 triliun pada Senin (25/8/2025).

Dua saham yang mencetak nilai transaksi paling jumbo ialah saham DSSA Rp7,86 triliun. Di lantai bursa, saham DSSA ditutup melonjak 10.700 poin atau 13,4% ke posisi Rp90.575.

Lonjakan nilai transaksi dan harga saham DSSA itu terjadi menjelang periode efektif rebalancing indeks MSCI. Seperti diberitakan Bisnis, saham DSSA resmi masuk ke MSCI Global Standard Index mulai 27 Agustus 2025.

Di belakang emiten Grup Sinar Mas itu terdapat saham AMMN yang menghimpun nilai transaksi Rp6,75 triliun pada hari ini dengan volume transaksi sebanyak 659,56 juta saham. Di sisi lain, saham AMMN anjlok 425 poin atau 5% ke level Rp8.075 pada penutupan perdagangan hari ini.

Selain itu, BEI juga mencatat nilai transaksi jumbo terjadi di saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) senilai Rp2,77 triliun, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) senilai Rp3,06 triliun, PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) senilai Rp1,7 triliun, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Rp1,52 triliun, dan PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) Rp1,29 triliun.

Terkait dengan prospek saham DSSA, Analis Sucor Sekuritas Cheryl Jennifer Wang dan Paulus Jimmy dalam risetnya memberikan peringkat buy untuk DSSA berdasarkan valuasi sum of the parts (SOTP).

"Kami memandang DSSA sebagai proksi untuk salah satu eksposur infrastruktur digital terbesar di Indonesia, dengan potensi keuntungan tambahan dari strategi pertumbuhan anorganik yang direncanakan," tulis Cheryl dan Paulus dalam risetnya pada beberapa waktu lalu.

DSSA sedang bertransformasi menjadi salah satu perusahaan konglomerasi infrastruktur digital terbesar dan paling terintegrasi di Indonesia. DSSA mengendalikan aset infrastruktur perangkat keras utama, termasuk jaringan fiber-to-the-home (FTTH) dengan 6,8 juta home pass hingga pusat data berkapasitas hingga 40 MW.

Melengkapi infrastruktur fisiknya, DSSA juga memiliki aset ekosistem digital strategis, seperti dompet elektronik DANA dan saham minoritas di Vidio. Kemudian, di segmen usaha batu bara dan energi terbarukan, DSSA mengandalkan anak usahanya PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS).

Ke depan, DSSA pun masih bisa bergeliat ekspansi, di mana ekspansi DSSA ke depan akan didorong oleh akuisisi.

"DSSA berada di posisi yang tepat untuk mengejar peluang pertumbuhan anorganik di seluruh infrastruktur digital, ekosistem teknologi, dan industri terkait energi hijau," tulis dalam riset Sucor Sekuritas.

Akan tetapi, DSSA menghadapi sejumlah tantangan di antaranya keterlambatan jadwal untuk aksi korporasinya di masa mendatang dan siklus turun harga batu bara yang berkepanjangan, yang dapat mengakibatkan berkurangnya arus kas dari bisnis lamanya. Selain itu, tantangan bagi DSSA adalah kondisi pasar yang tidak menguntungkan di tengah potensi monetisasi anak usaha.

Sementara itu, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata menilai masuknya CUAN ke MSCI berpotensi memicu aliran dana masuk signifikan dari passive fund global yang mereplikasi indeks tersebut.

“Berdasarkan historis kasus serupa, saham yang masuk ke MSCI Global Standard rata-rata mengalami kenaikan volume dan harga pada 1 hingga 2 pekan menjelang effective date, seiring dengan aksi front-running oleh investor ritel dan aktif fund,” ujar Liza.

Menurut Liza, fenomena rebalancing kali ini mencerminkan rotasi struktural di sektor energi dan pertambangan Indonesia. Pergeseran tersebut juga berpotensi memicu realokasi dana investor asing di sektor energi sekaligus menata ulang kepemilikan pada subsektor batu bara, gas, dan energi baru terbarukan di BEI.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro