Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peluang IHSG Cetak Rekor Baru, Analis Bicara Sentimen Pendorong

IHSG berpotensi cetak rekor baru jika dana asing masuk, kinerja bank pulih, dan tekanan eksternal berkurang. Sentimen global dan kebijakan The Fed jadi penentu.
Investor mencari informasi harga saham di Depok, Jawa Barat. Bisnis/Arief Hermawan P
Investor mencari informasi harga saham di Depok, Jawa Barat. Bisnis/Arief Hermawan P
Ringkasan Berita
  • IHSG diproyeksikan mencapai level di atas 8.000 dengan dukungan dari aliran dana asing dan pelonggaran kebijakan moneter The Fed.
  • Pemulihan kinerja emiten bank dan pengurangan tekanan eksternal seperti gencatan tarif AS-China menjadi faktor pendorong IHSG.
  • Investor menantikan data PCE AS dan sinyal penurunan suku bunga dari BI yang dapat menguntungkan sektor sensitif suku bunga seperti perbankan dan properti.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dirasa masih cukup sulit untuk menyentuh level penutupan di angka 8.000. Paling dekat, IHSG menyentuh all-time high (ATH) penutupan di 7.943,82 pada perdagangan Rabu (20/8/2025).

VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi memperkirakan untuk IHSG mencatatkan new ATH atau di atas 8.000 masih harus membutuhkan booster yang solid, salah satunya adalah menarik lebih banyak dana asing masuk.

"Di antaranya adalah kepastian dari pelonggaran kebijakan moneter The Fed, saat pertemuan September 2025 pasar memperkirakan FFR dipangkas 25 bps dan dapat mendorong inflow ke IHSG," kata Oktavianus, Selasa (26/8/2025).

Oktavianus menjelaskan, aliran masuk dana asing ke pasar saham Indonesia akan berlanjut jika stabilitas rupiah dan pertumbuhan ekonomi dapat terjaga. Namun, skenario itu bisa kandas apabila investor tetap memilih instrumen aset safe-havens atau non yield aset yang lebih low risk meskipun The Fed memangkas bunga acuan pada September nanti.

"Jika melihat data bulanan, inflow asing sudah mencapai Rp7,93 triliun, khususnya terbesar pada big bank. Jika konsisten, inflow tersebut kami memperkirakan dalam empat bulan hingga Desember mencapai sekitar Rp20-Rp30 triliun," jelasnya.

Kendati ada proyeksi perbaikan angka, secara year to date aliran dana asing masih negatif. Oktavianus mencontohkan pada saham-saham big bank seperti BBCA sejak awal tahun net sell asing mencapai Rp17,6 triliun, BMRI Rp12,6 triliun, BBNI Rp3,4 triliun, atau BBRI dengan net sell asing sebesar Rp1,5 triliun.

Dengan demikian, booster kedua pendorong laju IHSG menurutnya adalah pemulihan kinerja dari emiten-emiten bank pada kuartal III. Emiten bank diharapkan mampu memanfaatkan momentum dipangkasnya suku bunga acuan pada Agustus ini menjadi 5%.

"Sehingga jika terjadi pemulihan dari big bank saja sudah dapat mendorong senilai [net sell] di atas," ujarnya.

Bila ditilik, dalam kuartal II/2025 ini mayoritas bank jumbo menorehkan kinerja yang kurang memuaskan. Misalnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatat koreksi laba bersih 5,58% year on year (YoY) menjadi Rp10,09 triliun. Atau, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yang mengalami koreksi laba bersih 11,53% YoY menjadi Rp26,28 triliun.

Selanjutnya, booster ketiga menurut Oktavianus yang dapat mendorong laju IHSG adalah tekanan eksternal diharapkan berkurang. Pada 13 Agustus lalu, AS dan China sepakat untuk memperpanjang gencatan tarif selama 90 hari.

Oktavianus menilai perkembangan pasar saat ini menjadi sentimen positif bagi emiten cyclical atau rate-sensitive seperti sektor keuangan, properti, teknologi dan industri.

Sejumlah saham yang dia rekomendasikan untuk buy adalah BMRI dengan target harga Rp6.300, BBRI target harga Rp4.360, TLKM dengan target harga Rp3.240, dan ICBP dengan target harga Rp11.500.

Sementara itu, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan secara teknikal IHSG masih dalam fase bullish consolidation dan berada dalam area expanding diagonal. Berdasarkan indikator, Stochastics K/D dan RSI menunjukkan sinyal positif, didukung kenaikan volume.

Dari sisi sentimen, Nafan mengatakan investor saat ini sedang menantikan perilisan data-data personal consumption expenditures (PCE) Amerika Serikat pada Jumat nanti.

"Hal ini dipandang krusial dalam menentukan arah kebijakan moneter The Fed. Sementara itu, BI telah memberi sinyal bahwa siklus penurunan suku bunga masih akan berlanjut. Hal ini memberi angin segar terhadap sektor sensitif suku bunga, seperti perbankan hingga properti," ujar Nafan.

Pada sesi I perdagangan hari ini, IHSG menguat 0,18% atau 14,03 poin ke 7.940,94. Riset Phintraco Sekuritas menjabarkan, secara teknikal indikator MACD menunjukkan histogram yang mulai melandai, sejalan dengan pergerakan Stochastic RSI yang bergerak datar di area pivot.

"Dengan kondisi tersebut, kami memperkirakan IHSG berpotensi melanjutkan pergerakan sideways dalam rentang 7.900–7.975 pada sesi kedua perdagangan hari ini," tulis riset tersebut.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro