Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) tengah dalam fase penguatan ditopang oleh kenaikan permintaan dari India serta apresiasi harga minyak nabati. Harga CPO pun kini tembus 4.200 ringgit Malaysia.
Berdasarkan data Bursa Malaysia Derivatives, kontrak berjangka CPO Agustus 2025 menguat 21 ringgit ke 4.217 ringgit Malaysia per ton, Rabu (23/7/2025). Selain itu, kontrak September 2025 juga menguat 32 ringgit ke 4.278 ringgit Malaysia per ton.
Presiden Komisaris HFX International Berjangka Sutopo Widodo menerangkan, kenaikan harga ini, salah satunya didorong oleh kenaikan harga minyak olein di Bursa Dalian. Hal itu dinilai secara positif mempengaruhi sentimen pasar.
Selain itu, terdapat permintaan yang cukup kuat dari India, sebagai importir minyak CPO terbesar, juga menjadi pendorong penguatan harga CPO. Bahkan, Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOC) menyebut bahwa harga CPO mampu untuk menguat lebih lama.
Salah satu alasannya, India tengah mempersiapkan festival Diwali pada Oktober 2025 mendatang. Bahkan, impor India diperkirakan mencapai 2,9 juta ton selama periode tersebut.
“Faktor lain yang berkontribusi pada momentum bullish ini adalah harga minyak kedelai AS yang tinggi, yang membuat minyak sawit lebih kompetitif sebagai alternatif,” kata Sutopo, dikutip Rabu (23/7/2025).
Bahkan, momentum bullish ini diprediksi akan tetap berlangsung hingga kuartal III/2025. Salah satu alasannya, permintaan CPO dari India dinilai akan menjadi pendorong utama.
Sutopo menyebut, hingga penghujung 2025, harga CPO diprediksi mampu menembus level 4.500 ringgit Malaysia per ton. Terlebih, jika momentum permintaan dari India tetap kuat dan harga minyak nabati global lainnya tetap tinggi.
“Peningkatan konsumsi menjelang festival besar dan pengisian kembali stok global dapat memberikan dorongan signifikan,” tambahnya.
Sutopo menilai, sejumlah potensi pelemahan harga CPO antara lain penguatan ringgit Malaysia dan penurunan harga minyak mentah, di tengah kekhawatiran permintaan global. Selain itu, perubahan kebijakan ekspor dari produsen negara utama berpotensi meningkatkan volatilitas.
Terhadap sejumlah saham CPO dalam negeri, Pengamat Pasar Modal Panin Sekuritas Reydi Octa menerangkan, lonjakan tajam harga acuan CPO bakal memberikan sentimen positif terhadap kinerja saham sawit. Reydi menyebut, penguatan harga saham yang terjadi belakangan terhadap TAPG, AALI, dan DSNG juga ditengarai oleh lonjakan harga acuan CPO.
“Harga acuan CPO yang melonjak tajam ke level tertinggi sejak Mei 2025, didorong oleh pemangkasan bea impor India. Ini yang menjadi bahan bakar utama kenaikan saham sawit,” katanya, dikutip Rabu (23/7/2025).
Selain naiknya harga sawit, lonjakan harga saham juga dipengaruhi oleh berbagai perjanjian dagang yang diteken Indonesia, seperti IEU–CEPA hingga tarif 19% AS.