Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beda Arah Saham Chandra Asri (TPIA) dan Chandra Daya Investasi (CDIA)

Saham Chandra Asri (TPIA) mengalami koreksi beruntun di tengah reli saham anak usahanya Chandra Daya Investasi (CDIA) usai listing perdana di BEI.
Jajaran manajemen PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA) memantau papan perdagangan usai resmi melantai di BEI pada Rabu (9/7/2025)./BEI
Jajaran manajemen PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA) memantau papan perdagangan usai resmi melantai di BEI pada Rabu (9/7/2025)./BEI

Bisnis.com, JAKARTA — Saham milik Prajogo Pangestu yakni PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA) terekam mengalami koreksi beruntun di tengah reli saham anak usahanya, PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA).

Melansir data RTI Infokom, saham CDIA melompat 25% ke level Rp320 per saham per Kamis (10/7/2025) pukul 14.21 WIB. Sebelumnya, saham CDIA juga ditutup menguat 34,74% saat memulai debut di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Di sisi lain, saham TPIA selaku induk usaha CDIA justru terkoreksi dua hari beruntun. Saham emiten sektor basic materials ini ditutup melemah sebesar 1,23% pada perdagangan kemarin dan kini terjungkal 1,24% ke Rp9.925 per saham.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta mengatakan saham TPIA saat ini cenderung tertekan, sedangkan CDIA masih menikmati euforia setelah menahbiskan disi sebagai perusahaan tercatat.

“Secara teknikal, tren TPIA sudah mulai bergerak sideways dari sebelumnya berada di fase menanjak,” ujar Nafan saat dihubungi Bisnis, Kamis (10/7/2025).

Menurutnya, investor juga perlu mencermati dinamika arus modal asing yang belakangan ini mulai melakukan aksi jual saham TPIA. Padahal, dalam perdagangan sebelumnya, asing secara konsisten melakukan akumulasi beli.

Hal tersebut dinilai menjadi sinyal agar investor cenderung berhati-hati. Nafan menilai saham TPIA berpotensi membentuk pola rectangle atau gun box dengan resistance utama berada di level Rp10.525 per saham.

“Untuk saat ini, disarankan strategi hold atau bisa mempertimbangkan beli jika harga saham mengalami koreksi terlebih dahulu. Dengan begitu, investor bisa masuk di harga yang lebih atraktif atau undervalued,” pungkasnya.

Meski demikian, TPIA dinilai masih memiliki prospek didukung adanya pengembangan proyek Chevron Phillips Singapore Chemicals Pte Ltd (CPSC).

Perusahaan patungan TPIA dengan Glencore yakni Aster Chemicals and Energy mengakuisisi 100% saham CPSC. Chevron Phillips Chemical sebagai pemegang saham telah menyetujui penjualan kepada Aster dengan suara bulat.

CPSC merupakan usaha patungan antara Chevron Phillips Chemical, EDB Investments Pte Ltd, dan Sumitomo Chemical Company Ltd. CPSC memiliki dan mengoperasikan fasilitas manufaktur polietilena di Pulau Jurong, Singapura.

Selain itu, Aster telah mengakuisisi 50% saham PCS Pte. Ltd. di fasilitas condensate splitter unit (CSU) di Pulau Jurong. Akuisisi itu dilakukan melalui perjanjian antara Aster Chemicals and Energy Pte. Ltd dengan PCS pada 16 Juni 2025.

Aster mengakuisisi CSU dan aset terkait fasilitas tersebut, seperti infrastruktur floating roof crude tank, fixed roof crude recirculation tanks, dan fixed roof kero tank. Aster juga akan menjadi pemilik 100% saham fasilitas condensate splitter.

REKOMENDASI Saham CDIA

Di sisi lain, analis menilai saham CDIA masih menyimpan potensi kenaikan usai terdaftar di BEI. CDIA resmi melantai dengan meraih dana Rp2,37 triliun melalui pelepasan 12,48 miliar saham baru dengan harga Rp190 per saham.

Dalam pooling allotment, CDIA mencatatkan kelebihan permintaan hingga 563,64 kali dengan jumlah pemesan mencapai 400.126 investor.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan mengatakan bahwa euforia investor terhadap aksi penawaran umum CDIA  menjadi sinyal kuat bahwa emiten ini akan menjadi pemain kunci baru di sektor infrastruktur nasional.

Dia menuturkan dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp31,96 triliun usai IPO, CDIA kini menempati posisi ke-28 dalam jajaran emiten dengan market cap terbesar di IHSG, melampaui beberapa pemain lama di sektor infrastruktur.

“Dampaknya tidak hanya bersifat individual terhadap CDIA, tetapi juga secara sentimen bisa mendorong terjadinya rotasi dana institusi ke saham-saham infrastruktur lainnya, terutama jika CDIA berhasil masuk ke indeks acuan seperti LQ45. Potensi ini akan membuat CDIA semakin menarik,” kata Ekky.

CDIA merupakan entitas konsolidasi aset strategis milik Grup Barito, meliputi pelabuhan melalui PT Pelabuhan Barito Nusantara, logistik, dan ketenagalistrikan. Seluruh aset dinilai mature dengan aliran pendapatan berulang terintegrasi dalam rantai pasok industri Grup Barito khususnya petrokimia dan energi.

Ekky menilai bahwa posisi geografis CDIA yang berfokus di Kalimantan juga disebut menguntungkan, terutama dalam konteks percepatan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dan transformasi kawasan industri berbasis sumber daya alam.

Dengan didukung antusiasme pasar, prospek jangka menengah hingga panjang perseroan juga masih dinilai menarik secara fundamental.

“Jika rerating valuasi terhadap EV/EBITDA sektor infrastruktur terjadi, seiring peningkatan skala usaha dan potensi masuk indeks seperti LQ45 atau IDX Infra, harga saham CDIA berpeluang bergerak ke kisaran di atas Rp2.000,” pungkasnya. 

__________

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper