Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Tembaga AS Meroket Imbas Rencana Tarif Impor Trump

Harga tembaga berjangka di New York melonjak tajam setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan akan mengenakan tarif sebesar 50% atas impor logam tersebut.
Pekerja menangani pelat tembaga di pabrik elektrolisis tembaga di tambang Zijinshan, yang dioperasikan oleh Zijin Mining Group Co., di Longyan, China, Senin (23/10/2024).  Bloomberg/Qilai Shen.
Pekerja menangani pelat tembaga di pabrik elektrolisis tembaga di tambang Zijinshan, yang dioperasikan oleh Zijin Mining Group Co., di Longyan, China, Senin (23/10/2024). Bloomberg/Qilai Shen.

Bisnis.com, JAKARTA — Harga tembaga berjangka di New York melonjak tajam setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan akan mengenakan tarif sebesar 50% atas impor logam tersebut. 

Kebijakan tersebut diperkirakan akan menimbulkan gejolak besar dalam rantai pasok global dan berdampak luas ke berbagai sektor industri.

Melansir Bloomberg pada Rabu (9/7/2025) harga tembaga di bursa Comex New York naik hingga 17% pada Selasa (8/7/2025) waktu setempat, mencatat lonjakan harian terbesar dalam sejarah. 

Saat ini, harga tembaga New York diperdagangkan dengan premi sekitar 25% dibandingkan kontrak sejenis di London Metal Exchange (LME), yang menjadi acuan harga global.

Harga tembaga di New York sempat menyentuh rekor tertinggi US$5,8955 per pon, sebelum ditutup pada level US$5,6855.

Jika tarif benar-benar diberlakukan, dampaknya akan menjalar ke berbagai sektor ekonomi AS, mengingat tembaga digunakan secara luas dalam produk elektronik konsumen, otomotif, konstruksi perumahan, hingga pusat data.

Sementara itu, lonjakan harga di Comex juga mendorong ketidakseimbangan pasar. Para pedagang dilaporkan telah mengirimkan volume tembaga dalam jumlah besar ke AS dalam beberapa bulan terakhir untuk mengantisipasi penerapan tarif. Kenaikan harga terbaru semakin mendorong pengiriman akhir dilakukan lebih cepat sebelum tarif resmi berlaku.

Juan Carlos Guajardo, pendiri konsultan Plusmining mengatakan, dalam jangka pendek, harga tembaga akan naik signifikan karena pasar sebelumnya memperkirakan tarif yang lebih rendah.

“Akan ada aksi beli besar-besaran sebelum tarif diberlakukan," ujarnya.

Kebijakan ini muncul di tengah proyeksi lonjakan permintaan tembaga secara global dalam dekade mendatang. Peningkatan kapasitas kendaraan listrik, jaringan listrik, pusat data, dan sistem energi terbarukan akan mendorong kebutuhan tembaga jauh di atas kapasitas produksi saat ini.

Sejak Februari lalu, industri tembaga global sudah bersiap menghadapi kemungkinan pengenaan tarif, setelah Trump memerintahkan Departemen Perdagangan AS untuk mengkaji kebijakan tersebut dengan dalih keamanan nasional melalui mekanisme Pasal 232 Trade Expansion Act.

Namun, langkah ini menuai resistensi dari pelaku industri manufaktur AS yang selama ini sangat bergantung pada impor.

Dalam pernyataan terbarunya pada Selasa, Trump menegaskan tarif akan dikenakan sebesar 50%. 

“Saya kira tarif untuk tembaga akan kami tetapkan di angka 50%,” ujar Trump saat menjawab pertanyaan wartawan dalam rapat kabinet.

Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyampaikan kepada CNBC International bahwa investigasi terhadap tembaga telah rampung dan tarif kemungkinan besar akan mulai diberlakukan pada akhir Juli atau 1 Agustus.

“Tembaga sudah selesai kami pelajari. Kami telah menyerahkan hasilnya kepada presiden, dan kini beliau memiliki dasar untuk menetapkan tarif tembaga berdasarkan kajian pasar,” ujar Lutnick.

Pernyataan ini menandai dimulainya fase baru dalam industri tembaga AS dan global, yang tengah menanti rincian lebih lanjut terkait implementasi tarif tersebut.

Analis Morgan Stanley memperkirakan, langkah Trump akan menopang harga Comex lebih tinggi karena mencerminkan biaya tambahan impor. Namun, peningkatan stok dalam negeri diperkirakan bisa menahan lonjakan harga dalam jangka pendek.

Meski demikian, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab, seperti detail waktu pemberlakuan tarif, jenis produk tembaga yang akan dikenai bea, serta kemungkinan adanya pengecualian untuk negara atau produk tertentu.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper