Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak mentah dunia naik tipis seiring dengan sentimen positif dari sisi permintaan dan kehati-hatian investor menjelang pertemuan OPEC+ untuk menetapkan kebijakan produksi pada Agustus mendatang.
Melansir Reuters pada Rabu (2/7/2025) Harga minyak Brent ditutup naik 37 sen atau 0,6% ke level US$67,11 per barel, sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 34 sen atau sekitar 0,5% menjadi US$65,45 per barel.
Randall Rothenberg, pakar intelijen risiko dari pialang energi Liquidity Energy menyebut, kenaikan harga dipicu oleh rilis data survei sektor swasta di China yang menunjukkan aktivitas manufaktur kembali berekspansi pada Juni. Hal ini mengindikasikan prospek permintaan energi yang lebih kuat dari negara konsumen terbesar kedua di dunia tersebut.
Ekspektasi bahwa Arab Saudi akan menaikkan harga minyak mentahnya untuk pembeli di Asia pada Agustus ke level tertinggi dalam empat bulan, serta penguatan premi minyak mentah ESPO Blend asal Rusia, turut memperkuat optimisme pasar akan prospek permintaan yang solid, tambah Rothenberg.
Namun, penguatan harga minyak masih tertahan oleh proyeksi bahwa OPEC+ kemungkinan akan kembali menaikkan produksi pada Agustus dalam jumlah besar, sejalan dengan peningkatan output pada Mei, Juni, dan Juli.
Empat sumber OPEC+ mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok tersebut berencana menaikkan produksi hingga 411.000 barel per hari (bph) dalam pertemuan yang dijadwalkan pada 6 Juli.
Baca Juga
“Fokus utama pasar saat ini tertuju pada keputusan OPEC+ akhir pekan ini. Kelompok ini diperkirakan akan menambah produksi sebesar 411.000 bph sebagai bagian dari upaya merebut pangsa pasar, terutama dari produsen shale AS,” ujar analis energi StoneX, Alex Hodes, dalam catatan kepada klien.
Selain merebut pangsa pasar dari produsen shale AS—yang memproduksi minyak pada rekor tertinggi pada April lalu menurut data resmi—OPEC+ juga tengah menindak anggota yang melebihi kuota produksi.
Salah satunya, Kazakhstan, anggota OPEC+ sekaligus salah satu dari 10 produsen minyak terbesar dunia, tercatat meningkatkan produksi pada Juni hingga menyamai rekor tertinggi.
Data dari Kpler menunjukkan bahwa Arab Saudi, pemimpin de facto OPEC+, juga meningkatkan ekspor minyak mentah pada Juni ke laju tercepat dalam setahun terakhir.
"Ekspor ini mengalir lebih cepat dari yang diisyaratkan dalam kesepakatan OPEC+, bahkan saat musim panas biasanya meningkatkan konsumsi domestik dan menahan pasokan untuk ekspor," ujar Hodes.
Sementara itu, pelaku pasar juga mencermati dinamika perdagangan internasional menjelang tenggat waktu tarif 9 Juli yang ditetapkan oleh Presiden AS Donald Trump. Trump kembali menegaskan bahwa dirinya tidak mempertimbangkan untuk memperpanjang tenggat waktu tersebut.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyebutkan bahwa kesepakatan dagang dengan India sudah sangat dekat, sementara Trump juga menyatakan bahwa kesepakatan dengan India masih mungkin terjadi, meskipun meragukan tercapainya kesepakatan dengan Jepang.
Bessent juga memperingatkan bahwa sejumlah negara bisa menerima pemberitahuan kenaikan tarif secara drastis meski sedang dalam proses negosiasi yang berjalan baik, seiring mendekatnya 9 Juli—tanggal di mana tarif akan kembali ke rentang 11%–50%, setelah sebelumnya diturunkan sementara ke level 10%.
Di sisi lain, para diplomat Uni Eropa menyampaikan kepada Reuters bahwa mereka menginginkan pembebasan segera dari tarif di sektor-sektor utama sebagai syarat untuk mencapai kesepakatan dagang dengan AS.