Bisnis.com, JAKARTA — Indeks harga saham gabungan (IHSG) yang mengalami kontraksi sepanjang 2025 kini tengah menanti dampak gencatan senjata Israel dan Iran.
Indeks mencatatkan pelemahan 2,58% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025 hingga penutupan perdagangan akhir paruh pertama tahun ini (26/6/2025), di level 6.897,4.
Pasar saham Indonesia juga mencatatkan derasnya arus keluar dana asing pada akhir paruh pertama 2025 seiring dengan konflik geopolitik yang memanas.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pasar saham Indonesia mencatatkan nilai jual bersih atau net sell asing sebesar Rp53,21 triliun sepanjang tahun berjalan (ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025 sampai akhir semester I/2025.
Pelaku pasar masih mengkhawatirkan konflik Iran dan Israel akan berdampak pada kinerja perekonomian global.
"Investor cenderung melakukan perdagangan jangka pendek, di tengah kondisi ketidakpastian yang masih relatif tinggi," ujar Analis Phintraco Sekuritas Ratna Lim dalam risetnya pada beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Saham-saham seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) hingga PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS) tercatat paling banyak dilepas investor asing.
Sejumlah saham di pasar saham mencatatkan net sell asing jumbo pada paruh pertama 2025. Saham BBCA misalnya mencatatkan net sell asing terbesar yakni Rp12,7 triliun sepanjang semester I/2025.
Kemudian, saham PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) mencatatkan net sell asing sebesar Rp9,56 triliun sepanjang semester I/2025.
Lalu, saham BRMS mencatatkan net sell asing sebesar Rp4,39 triliun pada paruh pertama tahun ini.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) pun mencatatkan net sell asing sebesar Rp4 triliun pada semester I/2025. Kemudian, PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) mencatatkan net sell asing sebesar Rp3,22 triliun pada paruh pertama 2025.
Deretan saham lainnya yakni PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) dengan catatan net sell asing sebesar Rp2,23 triliun, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) dengan net sell asing sebesar Rp1,55 triliun, dan PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) dengan catatan net sell asing sebesar Rp1,51 triliun sepanjang semester I/2025.
Gencatan Senjata Israel-Iran
Kini, konflik di Timur Tengah itu mereda. Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa Iran dan Israel telah sepakat untuk melakukan gencatan senjata.
Kedua negara yang saling serang menggunakan rudal itu telah setuju, kendati di detik-detik menjelang gencatan senjata, Iran dan Israel masih saling berbalas serangan.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai meredanya konflik di Timur Tengah bisa menjadi katalis positif bagi pasar saham Indonesia pada pekan depan.
Selain itu, terdapat sentimen lain yang akan memengaruhi IHSG pekan depan. IHSG akan dipengaruhi oleh hasil data ekonomi AS, seperti Indeks Harga Belanja Konsumsi Pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) yang naik menjadi 2,3% per Mei dari 2,2% per April.
"Langkah kebijakan moneter The Fed ke depan juga akan tetap menjadi fokus pasar," kata Nafan kepada Bisnis pada Minggu (29/6/2025).
Pekan depan pun akan ada perilisan data ekonomi AS seperti nonfarm payroll yang memengaruhi pergerakan IHSG.
Dari dalam negeri, inflasi Indonesia masih diproyeksikan stabil dan memberikan katalis positif bagi pasar saham Indonesia. Tarik ulur kesepakatan tarif AS dengan China juga menjadi perhatian pasar.
"Semestinya diplomasi antara AS dan China dalam perundingan dagang bisa meredam tensi perang dagang," ujar Nafan.
Dia memproyeksikan IHSG akan bergerak di level resistensi 6.980 sampai 7.053. Adapun, IHSG akan bergerak di level support 6.814 sampai 6.745 pada pekan depan.
Di sisi lain, Maybank Sekuritas Indonesia mempertahankan target IHSG pada level 7.300 untuk 2025.
“Kami mempertahankan target IHSG akhir tahun 2025 di 7.300 poin, yang menyiratkan P/E forward sebesar 11,5x, berdasarkan pertumbuhan EPS sebesar 6%,” demikian tulis Jeffrosenberg Chenlim & Jocelyn Santoso, analis Maybank Sekuritas Indonesia dalam risetnya yang dirilis pada Rabu (25/6/2025).
Jeffrosenberg dan Jocelyn menjelaskan bahwa kinerja IHSG telah kembali meningkat signifikan setelah jatuh ke titik terendahnya tahun ini yakni pada April lalu.
Kini, jelas mereka, IHSG mulai menghadapi tekanan baru di tengah meningkatnya ketidakpastian global yang antara lain dipicu oleh risiko geopolitik di Timur Tengah hingga eskalasi ketegangan perdagangan global yang menekan ekspor komoditas utama negara tersebut.
Kendati begitu, sekuritas ini tetap mempertahankan target indeks komposit pada level 7.300.
“Meskipun valuasi saat ini tampak meyakinkan, kami tetap berhati-hati secara taktis. Katalis yang jelas masih diperlukan untuk menjadi lebih konstruktif.”
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.