Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Cari Aman usai Israel Serang Iran, Bursa Asia Anjlok

Bursa saham Asia anjlok pada Jumat (13/6/2025) karena investor berbondong-bondong mencari aset aman setelah Israel menyerang lokasi program nuklir Iran.
Papan saham elektronik menampilkan grafik pergerakan indeks Nikkei 225 di luar perusahaan sekuritas di Tokyo, Jepang, Senin, 6 Januari 2025./Bloomberg-Kiyoshi Ota
Papan saham elektronik menampilkan grafik pergerakan indeks Nikkei 225 di luar perusahaan sekuritas di Tokyo, Jepang, Senin, 6 Januari 2025./Bloomberg-Kiyoshi Ota

Bisnis.com, JAKARTA - Bursa saham Asia terpantau anjlok pada perdagangan Jumat (13/6/2025) karena investor berbondong-bondong mencari aset aman setelah Israel menyerang lokasi program nuklir Iran dalam eskalasi ketegangan besar di Timur Tengah.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks Topix Jepang terpantau turun 1,26% pada 2.747,96, kemudian indeks komposit Shanghai China juga melemah 0,66% di level 3.380,31. Indeks Hang Seng Hong Kong juga terpantau melemah 0,72% ke level 23.862,17.

Selanjutnya, indeks Kospi Korea Selatan juga terkoreksi 1,24% pada level 2.883,78, sementara indeks S&P/ASX 200 Australia melemah 0,28% di level 8.540,80. Adapun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia juga terpantau melemah 0,38% pada level 7.177,23.

Sementara itu, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun turun tiga basis poin ke level 4,33%, menandakan peningkatan permintaan terhadap surat utang pemerintah AS sebagai aset aman. Nilai tukar Mata uang yen menguat 0,2% ke level 143,16 per dolar AS, sementara harga emas naik lebih dari 1%.

Serangan udara Israel terhadap fasilitas nuklir Iran dilakukan sebagai bagian dari eskalasi konfrontasi atas program nuklir Teheran. Serangan ini muncul di tengah ketidakpastian atas efektivitas diplomasi untuk meredakan ketegangan. 

AS dan Iran dijadwalkan kembali menggelar putaran keenam perundingan di Oman pada Minggu, namun Presiden AS Donald Trump menyatakan pesimismenya terhadap kemungkinan tercapainya kesepakatan.

Analis dari Vantage Markets di Melbourne, Hebe Chen menyebut, serangan ini akan berdampak besar pada pasar global, bukan hanya sebagai titik panas geopolitik, tapi juga sebagai peringatan nyata.

"Investor kini harus bersiap menghadapi risiko ketegangan di berbagai lini, baik konflik bersenjata baru maupun perang dagang yang memanas, yang akan membentuk ulang sentimen risiko secara langsung," katanya.

Israel mengumumkan status darurat nasional setelah meluncurkan apa yang disebut sebagai serangan preventif, menurut Menteri Pertahanan Israel Israel Katz. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebelumnya telah berulang kali memperingatkan kemungkinan serangan terhadap Iran untuk melumpuhkan program nuklir negara itu.

Iran sebelumnya pada Kamis (12/6/2025) telah mengumumkan akan meresmikan fasilitas pengayaan uranium baru sebagai tanggapan atas kecaman dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) terkait aktivitas nuklirnya.

Serangan terhadap Iran dilakukan di tengah operasi militer besar Israel di Gaza, yang telah berlangsung selama hampir 20 bulan. Israel terus melancarkan pemboman dan blokade terhadap wilayah tersebut pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Charu Chanana, Chief Investment Strategist di Saxo Markets mengatakan, Bbrita serangan udara Israel ke wilayah Iran telah kembali memicu premi risiko geopolitik.

"Setiap indikasi balasan atau gangguan pasokan akan membuat volatilitas pasar tetap tinggi, mendorong harga minyak dan aset safe haven naik lebih lanjut," jelasnya.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menegaskan bahwa AS tidak terlibat dalam serangan udara tersebut, dan menekankan bahwa Israel bertindak secara sepihak.

Sementara itu, indeks nilai tukar dolar AS sempat naik 0,2% setelah sebelumnya melemah akibat laporan serangan tersebut. Mata uang dolar sempat menyentuh level terendah dalam tiga tahun pada Kamis.

"AS adalah produsen minyak terbesar dunia. Dengan dolar AS yang baru saja mencapai titik terendah multi-tahun, tekanan jual jangka pendek terhapus dan rebound dapat memicu penguatan lanjutan yang bersifat self-sustaining," ujar Mark Cudmore, Ahli Strategi Makro di Bloomberg.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper