Bisnis.com, JAKARTA — PT Bio Farma (Persero) bersiap melakukan transformasi besar-besaran untuk memperkuat fundamental bisnis dalam jangka panjang. Holding farmasi BUMN ini berencana restrukturisasi keuangan hingga memacu ekspansi bisnis.
Direktur Utama Bio Farma Shadiq Akasya mengatakan perseroan telah menyiapkan tiga tahapan strategis dalam jangka panjang. Untuk tahap pertama atau selama 2025-2026, perusahaan bakal fokus memperkuat fundamental.
Rencana itu termasuk penguatan tata kelola holding, restrukturisasi keuangan, penataan arsitektur portofolio bisnis, serta penguatan fasilitas produksi dan distribusi.
“Kami juga akan melakukan optimalisasi mesin komersial,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, di Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Pada 2027-2028, Shadiq mengungkapkan Bio Farma akan membidik rencana ekspansi melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Perseroan akan melakukan fokus ulang portofolio bisnis dan pengembangan produk baru juga dilakukan guna meningkatkan pertumbuhan.
“Mulai 2029 dan seterusnya, kami menargetkan Bio Farma menjadi perusahaan holding yang menguntungkan dan berkelanjutan dengan menjaga net margin yang tinggi, efisiensi modal kerja, dan keberlanjutan portofolio bisnis,” tuturnya.
Terkait kinerja keuangan, Bio Farma cenderung mencatatkan penjualan yang berfluktuasi. Tahun 2020, holding farmasi ini meraih penjualan sebesar Rp14,3 triliun, lalu melonjak menjadi Rp43,46 triliun pada 2021 atau saat pandemi Covid-19.
Namun, setelah pandemi mereda, penjualan perseroan turun menjadi Rp15,23 triliun pada 2023 dan tahun lalu diperkirakan membukukan Rp15,71 triliun. Adapun, sampai dengan kuartal I/2025, penjualan bersih Bio Farma tembus Rp3,66 triliun.
Sementara itu, dari sisi laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA), kinerja perusahaan sempat tertekan dengan membukukan EBITDA minus Rp470 miliar pada 2023 dan Rp190 miliar sepanjang tahun lalu.
Akan tetapi, Shadiq menyampaikan bahwa kondisi tersebut sudah mulai membaik karena posisi EBITDA sudah tercatat positif sebesar Rp730 miliar pada awal 2025.
Perkembangan tersebut juga tecermin dari posisi laba bersih. Pada 2020, laba bersih perseroan mencapai Rp280 miliar dan melonjak menjadi Rp1,7 triliun pada 2021, didorong oleh tingginya permintaan selama masa pandemi.
Pada 2022, laba bersih Bio Farma kemudian turun menjadi Rp260 miliar dan terperosok hingga mencatatkan kerugian senilai Rp2,04 triliun sepanjang 2023.
“Kerugian masih berlanjut pada 2024, meskipun posisinya membaik dibandingkan tahun sebelumnya. Memasuki 2025, perusahaan berhasil membalikkan keadaan, dengan mencatat laba bersih sebesar Rp380 miliar secara grup,” kata Shadiq.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.