Bisnis.com, JAKARTA —Prospek pencatatan perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) diperkirakan akan menantang pada 2025 seiring memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Capital Market Analyst PT Bahana TCW Investment Management Faradilla Meyriska mengatakan adanya tekanan dari global membuat investor lebih melirik aset tanpa risiko (risk off).
"Mungkin kami melihatnya prospek IPO itu agak berat [pada tahun ini], karena memang preferensi investor itu lebih ke risk off," katanya kepada Bisnis, di Gedung Wisma Bisnis Indonesia, Rabu (16/4/2025).
Menurutnya, preferensi dari investor saat ini lebih ke aset risk off atau aset yang lebih aman, seperti deposito, pasar uang, ataupun surat utang.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa preferensi untuk IPO akan lebih sedikit dari sisi investor. Investor akan lebih melihat saham-saham yang memang sudah ada.
"Karena kami melihat secara historikal seperti apa perusahaan itu dapat bertahan, seperti saat ada Covid yang tidak jauh dari sekarang yaitu 5 tahun yang lalu," ujarnya.
Baca Juga
Faradilla melihat perang dagang global yang terjadi saat ini membuat ketidakpastian cukup tinggi dan menekan pasar, sehingga semuanya harus menghitung ulang proyeksinya.
Dia mengatakan bahwa tarif dagang sampai saat ini belum ada kesepakatan, yang kemungkinan bisa jadi satu skenario dengan tarif itu tetap ada, tapi tidak setinggi sekarang.
"Itu pasti akan berdampak ke tatanan perekonomian, terutama di Indonesia," tambahnya.
Menurutnya, perang dagang tersebut juga menguji kepada setiap negara, untuk kembali melihat ke tatanan perekonomian negaranya.
Untuk diketahui, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna sebelumnya menyampaikan terdapat 32 calon emiten berada dalam daftar atau pipeline IPO hingga 10 April 2025.
"Dari 32 calon perusahaan tercatat tersebut, 12 perusahaan memiliki aset skala besar, atau di atas Rp250 miliar," katanya.
Dia melanjutkan, terdapat 17 perusahaan skala menengah dengan nilai aset antara Rp50 miliar sampai dengan Rp250 miliar yang mengantre untuk IPO. Sementara itu, terdapat 3 perusahaan dengan aset skala kecil, atau dengan aset di bawah Rp50 miliar.
Nyoman juga mengatakan dari 32 calon perusahaan tercatat dalam pipeline pencatatan saham, perusahaan yang bergerak pada sektor consumer non-cyclicals menjadi perusahaan yang paling banyak berada dalam pipeline. Sebanyak 7 calon perusahaan tercatat berasal dari sektor tersebut.
Sementara itu, 1 perusahaan dari sektor basic materials, 4 perusahaan dari sektor consumer cyclicals, 3 perusahaan dari sektor energi dan 3 perusahaan dari sektor financial.
Lalu, 5 perusahaan healthcare, 4 perusahaan industrials, 1 perusahaan infrastructures, 1 perusahaan teknologi dan 3 perusahaan transportasi dan logistik. Tidak ada yang tercatat dari perusahaan properti dan real estate.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.