Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah resmi merevisi tarif royalti bagi sejumlah komoditas mineral dan batu bara melalui dua peraturan terbaru, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2025 dan PP No. 18/2025.
Investment Analyst Stockbit Hendriko Gani mengatakan bahwa kebijakan ini menandai langkah strategis pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pertambangan, sekaligus mendorong daya saing industri.
PP No. 19/2025 mengatur kenaikan tarif royalti atas komoditas mineral seperti nikel, tembaga, dan emas. Sementara itu, PP No. 18/2025 mengatur penyesuaian tarif royalti bagi produsen batu bara yang beroperasi di bawah skema Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dengan penurunan tarif sebagai salah satu poin utama.
“Kedua regulasi tersebut relatif sama dengan usulan yang diajukan oleh Kementerian ESDM pada awal Maret 2025,” ujar Gani dalam keterangan tertulis, Rabu (16/4/2025).
Namun demikian, terdapat penyesuaian dalam regulasi final, terutama untuk komoditas turunan nikel. Tarif royalti feronikel yang sebelumnya diusulkan sebesar 5%–7%, kini ditetapkan pada kisaran 4%–6%. Adapun untuk nickel matte, tarifnya direvisi menjadi 3,5%–5,5% dari usulan awal 4,5%–6%.
“Ini berpotensi menekan kinerja emiten produsen mineral seperti Vale Indonesia [INCO], Trimegah Bangun Persada [NCKL], Aneka Tambang [ANTM], Bumi Resources Minerals [BRMS], dan Amman Mineral Internasional [AMMN],” kata Gani.
Dari lantai Bursa Efek Indonesia (BEI), saham ANTM masih memperlihatkan penguatan sebesar 2,15% menuju level Rp1.900 per saham pada perdagangan siang ini. Adapun, harga saham INCO juga tumbuh 3,04% menjadi Rp2.370 per saham.
Selain itu, saham BRMS mengalami penguatan sebesar 1,67% menuju posisi Rp366 dan harga saham NCKL meningkat 0,81% menjadi Rp625 per saham.
Penurunan harga dialami oleh AMMN dengan koreksi sebesar 0,83% menjadi Rp6.000 per saham, sedangkan saham MDKA turun 0,70% ke level Rp1.420 per saham.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.