Untuk sektor komoditas, aluminium menjadi target kebijakan tarif yang agresif. Kondisi tersebut berbeda dibandingkan dengan logam lain, seperti nikel, tembaga, dan emas yang dikecualikan dari tarif impor baru AS.
Erindra menyampaikan bahwa tarif aluminium hanya sebesar 10% pada 2018. Namun, pada Februari 2025, tarif mengalami kenaikan menjadi 25%.
Pasar juga mencatat penurunan harga logam yang lebih tajam dibandingkan periode perang dagang sebelumnya, yakni tembaga turun 21%, nikel 11%, dan emas 7%.
“Kami menilai bahwa dampak yang lebih besar tersebut disebabkan oleh cepatnya tarif balasan dari China terhadap kenaikan tarif AS, yang memperbesar kekhawatiran akan hancurnya permintaan,” ucap Erindra.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.