Bisnis.com, JAKARTA – Kebutuhan penerbitan surat utang negara (SUN) diproyeksikan lebih besar dari yang direncanakan. Emisi SBN jumbo ini seiring dengan APBN tahun ini diperkirakan mengalami defisit, melihat data defisit yang sudah terjadi pada awal 2025.
Berdasarkan data Kemenkeu RI, pendapatan negara sepanjang Januari 2025 sampai Februari 2025 tercatat Rp316,9 triliun, turun 20,8% secara tahunan (year on year/yoy) terutama akibat penerimaan pajak yang anjlok 30,2% yoy. Pada saat yang sama, belanja negara turun 7% yoy dengan realisasi Rp348,1 triliun.
Dengan pendapatan negara yang merosot lebih tajam dari penurunan belanja negara, terjadi defisit APBN Rp31,2 triliun per Februari 2025 atau 0,13% dari produk domestik bruto (PDB). Realisasi ini berbanding terbalik dengan kondisi surplus APBN pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp26,04 triliun atau 0,11% dari PDB.
Di sisi lain, beberapa lembaga investasi pun memprediksi defisit fiskal tahun ini akan lebih lebar dari rencana APBN 2025 didorong oleh gangguan pada penerimaan pajak saat kebutuhan belanja program-program Presiden RI Prabowo Subianto besar.
APBN 2025 sendiri merencanakan defisit 2,53% dari PDB. Sementara, Goldman Sachs menaikkan perkiraan defisit fiskal untuk Indonesia pada 2025 menjadi 2,9% dari PDB.
Goldman Sachs menilai pasar Indonesia mengalami tekanan dalam beberapa bulan terakhir didorong oleh sejumlah faktor. Terdapat kekhawatiran atas ketegangan perdagangan global dan melemahnya ekonomi domestik yang telah membuat investor lari dari pasar.
Terdapat pula kekhawatiran atas ekonomi domestik setelah Prabowo mengumumkan serangkaian langkah seperti realokasi anggaran, pembentukan Danantara, hingga perluasan kebijakan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Sederet langkah itu dinilai dapat memperburuk defisit.