Bisnis.com, JAKARTA – Rencana peleburan tujuh perusahaan konstruksi negara atau BUMN karya terus bergulir dengan opsi terbaru yakni menyisakan satu entitas induk. Mampukah skema ini menjadi alternatif penyelamatan BUMN Karya?
Rencana untuk menggabungkan tujuh BUMN Karya menjadi satu perusahaan induk diungkapkan langsung oleh Menteri BUMN Erick Thohir dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Jakarta, pada pekan lalu, Kamis (13/2/2025).
Opsi itu sedikit berbeda jika dibandingkan dengan skema Kementerian BUMN sebelumnya, yang ingin melebur tujuh BUMN Karya menjadi tiga entitas. Hal ini menjadi salah satu upaya Erick Thohir untuk mempercepat restrukturisasi.
BUMN Karya yang akan dilebur adalah PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. (PTPP), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), PT Hutama Karya (Persero), PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT Brantas Abipraya (Persero), dan PT Nindya Karya (Persero).
Terkait hal tersebut, Research Analyst Panin Sekuritas Aqil Triyadi menyatakan upaya penyederhanaan BUMN Karya merupakan langkah terbaik bagi industri konstruksi.
Hal itu dapat menciptakan persaingan tender yang lebih sehat. Namun, perbaikan kondisi keuangan tidak serta merta terjadi hanya dengan opsi penggabungan.
Baca Juga
Menurutnya, diperlukan pengelolaan utang yang baik, optimalisasi arus kas, penerapan tata kelola perusahaan (good corporate governance), serta efisiensi biaya yang berkelanjutan untuk menciptakan BUMN Karya lebih sehat di masa depan.
“Prospek BUMN Karya diperkirakan masih akan menghadapi tekanan pada tahun 2025, mengingat efisiensi anggaran di setiap kementerian berpotensi menurunkan nilai kontrak yang diperoleh,” ujar Aqil kepada Bisnis, Selasa (18/2/2025).
Head Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas memandang bahwa merger BUMN Karya dapat menjadi salah satu langkah dalam restrukturisasi keuangan, tetapi bukan satunya-satunya opsi terbaik.
Kendati demikian, dia menilai bahwa setidaknya pertimbangan merger bisa menjadi solusi yang efektif karena beberapa alasan, seperti sinergi, efisiensi, penguatan modal, dan peningkatan dan tata kelola perusahaan.
Sukarno juga menyatakan bahwa prospek emiten BUMN Karya saat ini kurang begitu menarik, terutama di tengah pemangkasan anggaran infrastruktur dan melemahnya realisasi kontrak baru pada tahun sebelumnya.
“Namun, tetap ada peluang jika aksi merger berhasil dan mampu menciptakan sinergi yang baik. Tantangan utamanya adalah sejauh mana keberhasilan merger tersebut, selain faktor-faktor lain seperti arus kas dan efisiensi operasional,” ungkap Sukarno.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menambahkan bahwa investor perlu melakukan pendekatan selektif terhadap saham-saham BUMN Karya.
Saat ini, lanjutnya, saham ADHI menjadi pilihan menarik karena secara teknikal berada dalam kondisi extreme oversold dan berpotensi mengalami major pullback. Target saham perusahaan dipatok di level Rp230 per saham.
Dia juga menuturkan bahwa ke depan, proyek strategis nasional yang belum terselesaikan serta peningkatan anggaran infrastruktur dari pemerintah akan menjadi faktor penting dalam pertumbuhan industri konstruksi.
“Diversifikasi aset juga bisa menjadi strategi untuk mengurangi dampak arus kas negatif dan memperkuat daya saing BUMN Karya dalam jangka panjang,” kata Nafan.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.