Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pilihan Rotasi Saham saat Blue Chip Meloyo, dari BBCA hingga ICBP

Rotasi saham untuk mengoptimalkan imbal hasil dapat dipertimbangkan di tengah pelemahan saham-saham blue chip sejak awal tahun.
Pengunjung beraktivitas di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (13/1/2025)./IBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pengunjung beraktivitas di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (13/1/2025)./IBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Saham-saham blue chip dalam indeks LQ45 tercatat mengalami pelemahan signifikan sejak awal tahun 2025, mengikuti gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Rotasi saham pun dapat menjadi pertimbangan di tengah pelemahan saham-saham blue chip tersebut.

Equity Research Panin Sekuritas Felix Darmawan menjelaskan pelemahan saham-saham blue chip konstituen indeks LQ45 sejak awal tahun dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Dari sisi global, lanjutnya, terdapat ketidakpastian suku bunga The Fed, perlambatan ekonomi China, dan volatilitas harga komoditas yang membuat pasar agak waspada. 

"Sementara dari dalam negeri, isu pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan pelemahan rupiah juga menambah tekanan," kata Felix, Senin (17/2/2025). 

Selain itu, kata Felix, perhatian pasar tertuju pada kebijakan fiskal pemerintahan baru dengan fokus yang berbeda dari pemerintahan sebelumnya. 

Felix juga menuturkan aksi jual dari investor asing atau capital outflow juga semakin memperburuk kinerja saham-saham besar yang selama ini menjadi andalan. 

"Bank Indonesia pekan lalu merilis outflow di pasar saham pada pekan kedua Februari 2025 sekitar Rp2 triliun ya," ucap Felix.

Meskipun demikian, lanjut Felix, peluang rebound untuk saham-saham blue chip tetap ada. Hal tersebut terutama jika ada kepastian arah kebijakan moneter dan sentimen pasar mulai membaik. 

Felix juga menuturkan investor dapat mempertimbangkan rotasi sektor ke saham yang lebih defensif, seperti perbankan, konsumer primer, dan telekomunikasi yang lebih tahan banting di tengah kondisi yang masih fluktuatif. 

Dia juga menyebut beberapa saham seperti BBCA, TLKM, UNVR, dan ICBP bisa menjadi pilihan menarik, karena memiliki fundamental kuat dan prospek bisnis yang tetap solid. 

"Selain itu beberapa saham konglomerasi juga patut diperhatikan," tuturnya.

Adapun Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat hingga 14 Februari 2025 indeks LQ45 turun hingga 6,56% sejak awal tahun. Penurunan ini tercatat lebih buruk dibandingkan penurunan IHSG yang terkoreksi 6,24% sejak awal tahun. 

Melansir data Bloomberg, saham ISAT menjadi saham dengan penurunan terdalam di indeks ini, yaitu sebesar 31,25% sejak awal tahun. Penurunan terdalam juga dialami saham ADMR yang melemah 30,83%, INCO turun 23,2%, dan UNVR yang melemah 22,28% sejak awal tahun. 

Sementara itu, saham dengan peningkatan harga tertinggi di LQ45 adalah saham GOTO yang naik 15,71% sejak awal tahun, lalu BRIS naik 9,16%, dan saham SIDO menguat 5,08% secara year to date (YTD). 

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper