Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah dibuka menguat ke posisi Rp16.290 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Jumat (14/2/2025).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka pada perdagangan dengan naik 0,43% atau 70,5 poin ke posisi Rp16.290 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terlihat menguat tipis 0,01% ke posisi 106,970.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. yen Jepang menguat 0,10%, won Korea menguat 0,30%, baht Thailand menguat 0,09%, ringgit Malaysia menguat 0,44%, dan dolar Taiwan menguat sebesar 0,19%.
Sementara itu mata uang lainnya, peso Filipina menguat 0,25%, dolar Hong Kong menguat 0,01%, yuan China menguat sebesar 0,05%, sedangkan dolar Singapura melemah sebesar 0,02%, dan rupee India melemah 0,02% per dolar AS.
Pengamat Forex Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa perekonomian Indonesia hingga kuartal I/2025 diperkirakan tetap stabil dengan pertumbuhan sekitar 4,98% hingga 5%.
Dia menjelaskan bahwa salah satu faktor pendorong utamanya adalah konsumsi domestik dan investasi, dengan ekonomi domestik perlu diperkuat agar bisa memitigasi dampak yang ditimbulkan dari faktor eksternal.
"Dukungan kebijakan untuk kelas menengah, juga penting untuk memperkuat ekonomi Konsumsi masih cenderung flat, terbukti dari kondisi net bank balance masih negatif," katanya.
Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa konsumen telah menghabiskan tabungan untuk mempertahankan tingkat konsumsi saat ini. Fenomena ini terjadi khususnya di rumah tangga kalangan menengah ke bawah.
Lebih lanjut, dia menjelaskan pada tahun ini terdapat beberapa program yang sudah mulai dijalankan pemerintah. Misal, makan bergizi gratis (MBG), kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 6,5%, sejumlah paket stimulus seperti diskon listrik 50% selama dua bulan yakni Januari-Februari 2025 bagi pelanggan listrik dengan daya listrik terpasang hingga 2.200 VA, kebijakan untuk UMKM, dan lainnya.
Dia mengungkap bahwa sejalan dengan itu, pada kuartal I/2025 juga ada momentum Ramadan yang biasanya mendorong laju konsumsi rumah tangga.
Meski begitu, menurutnya program MBG yang sudah mulai dijalankan belum terlihat dampaknya secara signifikan. Pasalnya, program ini juga masih bertahap dan belum terealisasi 100%.
"Memang program MBG akan mendorong sektor-sektor terkait, seperti logistik, packaging, makanan dan minuman. Namun karena belum berjalan maksimal, program tersebut hanya akan menyumbang 0,1% terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal I/2025," ujarnya.
Kemudian di samping itu, dia mengungkap bahwa kinerja ekspor juga diperkirakan masih stagnan pertumbuhannya, dan akan tumbuh melambat dibandingkan dengan impor. Kejadian serupa terjadi pada tahun lalu, impor justru menghambat dorongan pertumbuhan ekonomi pada tahun tersebut.