Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten otomotif seperti PT Astra International Tbk. (ASII) dan PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. (IMAS) masih mencatatkan kinerja harga saham yang lesu pada awal 2025 meskipun suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) telah dipangkas.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham ASII turun 1,62% dalam sepekan perdagangan terakhir ditutup di level Rp4.870 per lembar pada Jumat (24/1/2025). Harga saham ASII juga turun 1,62% sejak perdagangan perdana awal tahun ini, atau secara year to date (ytd).
Begitu juga dengan harga saham IMAS yang turun 1,19% dalam sepekan perdagangan terakhir ditutup di level Rp830 per lembar. Harga saham IMAS juga turun 8,29% ytd.
Lalu, harga saham PT Bintang Oto Global Tbk. (BOGA) melemah 2,5% dalam sepekan perdagangan terakhir ke level Rp585 per lembar.
Harga saham PT Putra Mandiri Jembar Tbk. (PMJS) stagnan di level Rp188 dalam sepekan perdagangan terakhir. Namun, harga saham PMJS turun 0,24% ytd.
Adapun, pelemahan harga saham emiten otomotif itu terjadi saat suku bunga acuan dipangkas. Berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI periode 14—15 Januari 2025, BI memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan 25 basis poin (bps) dari yang sebelumnya berada di level 6% ke level 5,75%.
Baca Juga
Pemangkasan suku bunga acuan BI sebenarnya memberikan angin segar bagi penjualan otomotif Tanah Air. Sebab, sepanjang 2024, penjualan otomotif telah lesu saat suku bunga acuan dalam tren tinggi.
Mengacu data terbaru Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pada periode Januari - Desember 2024, total penjualan mobil secara wholesales tercatat sebesar 865.723 unit atau turun 13,9% secara tahunan (year on year/yoy) dari periode sama 2023 sebesar 1 juta unit.
Sementara itu, penjualan ritel juga turun 10,9% yoy menjadi 889.680 unit pada periode 12 bulan 2024, dibandingkan 998.059 unit pada periode yang sama 2023.
Meskipun terdapat angin segar penurunan suku bunga acuan, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christopher Rusli dalam risetnya menilai emiten otomotif masih diselimuti sederet sentimen negatif. Salah satu sentimen negatif yang menyertai adalah kekhawatiran daya beli lemah akibat kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%.
"Kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 diperkirakan akan menekan penjualan mobil secara signifikan," tulis Christopher dalam risetnya pada beberapa waktu lalu.