Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Trump Bakal Diterapkan Bertahap, Bursa Asia Ditutup Menghijau

Sebagian besar bursa Asia ditutup menguat usai anggota tim ekonomi Presiden AS terpilih Donald Trump dilaporkan membahas penerapan tarif perdagangan bertahap.
Papan saham elektronik menampilkan Nikkei 225 Stock Average di salah satu perusahaan sekuritas di Tokyo, Jepang, Senin, 5 Agustus 2024./Bloomberg-Noriko Hayashi
Papan saham elektronik menampilkan Nikkei 225 Stock Average di salah satu perusahaan sekuritas di Tokyo, Jepang, Senin, 5 Agustus 2024./Bloomberg-Noriko Hayashi

Bisnis.com, JAKARTA - Sebagian besar bursa Asia ditutup di zona hijau pada perdagangan Selasa (14/1/2025) di tengah laporan bahwa anggota tim ekonomi Presiden terpilih Donald Trump membahas pendekatan bertahap untuk meningkatkan tarif.

Mengutip Bloomberg, beberapa pasar yang terpantau menguat di antaranya adalah China dengan indeks Shanghai Composite yang naik 2,54% ke 3.240,94.

Selanjutnya, indeks Hang Seng Hong Kong juga menguat 1,92% ke 19.236,31, sedangkan indeks S&P/ASX 200 Australia naik 0,48% ke level 8.231. Sementara itu, Indeks Kospi Korea Selatan naik 0,31% ke level 2.497,40

Di sisi lain, indeks Topix Jepang melemah 1,16% ke level 2.682,52, sedangkan indeks Strait Times Singapura melemah 0,65% ke level 3.785,57. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau melemah 0,45% di level 6.985,50 hingga pukul 15.26 WIB.

Kemungkinan tarif AS yang diterapkan secara bertahap menimbulkan optimisme, mengingat ancaman Trump untuk mengenakan tarif hingga 60% pada barang-barang China telah membayangi pasar di Asia. 

Rencana semacam itu dapat meredakan kekhawatiran inflasi dan mengurangi imbal hasil Treasury yang lebih tinggi karena Federal Reserve mendapat ruang untuk menurunkan suku bunga. Pelaku pasar juga akan memantau data inflasi AS minggu ini yang dapat memberikan lebih banyak petunjuk tentang lintasan suku bunga Fed.

"Berita tentang penerapan tarif secara bertahap secara global telah menciptakan sentimen yang lebih positif terhadap dampak tarif terhadap China," kata Billy Leung, ahli strategi investasi di Global X ETFs.

Di Jepang, imbal hasil 40 tahun naik ke level tertinggi sejak debutnya pada tahun 2007 di tengah aksi jual utang global dan ekspektasi bahwa Bank of Japan akan menaikkan suku bunga kebijakan di masa mendatang.

Deputi Gubernur Bank of Japan (BOJ) Ryozo Himino mengisyaratkan kenaikan suku bunga mungkin terjadi minggu depan. Dia mengatakan dewan bank sentral Jepang itu akan membahasnya, dalam komentar yang melampaui pernyataan terbaru bosnya tentang pertemuan bulan Januari. Dia juga mengatakan bahwa kemungkinan prospek bank sentral terwujud secara bertahap meningkat.

Sementara itu, regulator sekuritas utama China mengatakan akan berupaya membangun mekanisme untuk menstabilkan pasar, dan berjanji untuk menahan ekspektasi pada 2025 setelah awal tahun baru yang mengecewakan. Pejabat China juga tengah mengevaluasi opsi potensial yang melibatkan Elon Musk untuk mengakuisisi operasi TikTok di AS jika perusahaan tersebut gagal menangkis pemblokiran yang akan dimulai pada 19 Januari 2025 mendatang.

Sementara itu, Kepala Ekonom Goldman Sachs Group Inc., Jan Hatzius memperkirakan pemerintah China akan menerapkan pelonggaran moneter dan fiskal tambahan serta dukungan untuk pasar. Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia itu akan melambat menjadi 4,5% tahun ini dari yang kemungkinan akan mencapai sekitar 5% pada tahun 2024, sesuai dengan konsensus.

Adapun, inflasi AS kemungkinan hanya sedikit menurun pada penutupan 2024 seiring dengan tangguhnya kondisi pasar kerja yang tangguh dan ekonomi yang kokoh. Hal ini mendukung pendekatan Fed yang lambat untuk pemangkasan suku bunga lebih lanjut. Investor telah menjual saham karena kekhawatiran tumbuh bahwa tekanan harga tetap membandel.

Indeks harga konsumen tidak termasuk makanan dan energi terlihat naik 0,2% pada Desember setelah empat bulan berturut-turut naik 0,3%, menurut proyeksi median dalam survei Bloomberg terhadap para ekonom. Inflasi inti, gambaran yang lebih baik dari inflasi yang mendasarinya, diperkirakan naik 3,3% dari tahun sebelumnya — sesuai dengan pembacaan dari tiga bulan sebelumnya.

Laporan inflasi pada Rabu (15/1/2025) besok akan diikuti oleh angka penjualan ritel Desember, yang diharapkan akan mengonfirmasi pengeluaran yang kuat selama musim liburan. 

"Meskipun data inflasi yang lebih rendah dari perkiraan minggu ini tidak akan mendorong Fed untuk memangkas suku bunga lagi bulan ini, hal itu dapat membantu meredakan sebagian momentum penurunan, seperti juga awal yang solid untuk musim pendapatan," ujar Chris Larkin di E*Trade dari Morgan Stanley.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper