Bisnis.com, JAKARTA — Ketidakpastian masih mendominasi pasar pada awal 2025, sehingga membuat investor kehilangan arah. Meski begitu, analis menyarankan investor untuk melihat seluruh aspek secara utuh.
Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Freddy Tedja mengatakan bahwa kondisi global dan domestik saat ini sangat dinamis dan berubah dengan cepat. Dengan pergerakan seperti itu, menurutnya, investor rentan melakukan kesalahan dalam menafsirkan serta memilah informasi.
"Walaupun terkadang sulit, sebagai investor kita tetap berupaya melihat segala aspek secara utuh dan meminimalkan bias, sehingga kita dapat tetap mengacu pada potensi dan katalis jangka menengah-panjang dibandingkan distraksi dan hambatan jangka pendek," katanya dalam keterangan resmi, Senin (13/1/2025).
Dia menjelaskan pada kuartal pertama dan kuartal ketiga 2024, pasar terlalu optimistis melihat moderasi ekonomi Amerika Serikat (AS) akan terjadi, yang berujung pada ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed yang lebih agresif.
"Ini adalah periode dominasi bias greed di mana pasar sangat yakin bahwa hal-hal yang diharapkan pasti segera terjadi," ujarnya.
Sebaliknya, dia mengungkap bahwa di kuartal kedua dan kuartal keempat 2024, pesimisme melanda pelaku pasar yang dipengaruhi data ekonomi AS yang kuat dikombinasikan dengan kemenangan Donald Trump sebagai Presiden AS.
Baca Juga
Menurutnya, saat itu pasar dipengaruhi bias ketakutan melihat dan memperkirakan semua hal yang terburuk akan segera terjadi. Bias greed atau bias fear secara bersamaan biasanya juga diikuti oleh bias ketiga selective attention.
Dia menjelaskan bahwa selective attention yaitu kecenderungan untuk fokus pada elemen tertentu dan mengabaikan hal lainnya, dalam hal ini adalah fakta bahwa secara global, inflasi tetap dalam tren penurunan, seiring siklus ekonomi global yang juga sedang dalam periode moderasi.
Padahal, Freddy mengingatkan ada sentimen positif di pasar saham tahun ini seperti pemangkasan suku bunga The Fed dan BI Rate yang masih berlanjut.
Selanjutnya, potensi perbaikan daya beli masyarakat apabila didukung implementasi kebijakan yang tepat sasaran dan harapan kebijakan kebijakan Trump 2.0 yang tidak menimbulkan disrupsi global semenakutkan yang diperkirakan sebelumnya.
"Kesemuanya ini dapat menjadi katalis baik bagi pasar saham maupun pasar obligasi," tambahnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.