Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menakar Peluang IPO Jumbo Akhir Tahun 2024, Adaro Andalan (AADI) dan MR DIY (MDIY)

Aksi IPO PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. dan PT Daya Intiguna Yasa Tbk. digelar jelang bergulirnya window dressing pada akhir tahun.
Annisa Kurniasari Saumi, Fahmi Ahmad Burhan
Selasa, 26 November 2024 | 06:05
Karyawan melintas didekat layar yang menampilkan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (15/11/2024)./ JIBI/Bisnis/Abdurachman
Karyawan melintas didekat layar yang menampilkan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (15/11/2024)./ JIBI/Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Lama ditunggu, aksi initial public offering (IPO) bernilai jumbo akhirnya kembali meramaikan pasar modal Indonesia. Aksi itu dilaksanakan PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. dan PT Daya Intiguna Yasa Tbk. jelang bergulirnya window dressing pada akhir tahun.

Sepanjang tahun berjalan 2024, Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah kedatangan 39 perusahaan yang mencatatkan saham perdana. Paling baru, PT Adiwarna Anugerah Abadi Tbk. (NAIK) listing di BEI pada 13 November 2024.

Dari 39 emiten baru itu, tak satu pun yang mendulang dana IPO sebesaar Rp1 triliun. Artinya dari sisi size IPO, mayoritas emiten baru mendulang dana relatif mini.

Realisasi itu kontras dengan capaian IPO bernilai jumbo atau lebih dari Rp1 triliun pada 3 tahun sebelumnya. Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, terdapat 6 IPO bernilai di atas Rp1 triliun pada 2021, 2 IPO pada 2022, dan 4 IPO pada 2023.

Pada 2023, misalnya, IPO jumbo dirampungkan oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) senilai Rp9,06 triliun, PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) Rp10,73 triliun, PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) Rp3,13 triliun, dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) Rp10 triliun.

Baru pada November 2024, hilal IPO jumbo terlihat di pasar modal. BEI menyebut ada lebih dari tiga calon emiten lighthouse company yang berpotensi IPO pada akhir tahun ini. Namun, baru dua perusahaan yang sudah mengeksekusi rencana tersebut, yakni PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. dan PT Daya Intiguna Yasa Tbk.

Teranyar, PT Daya Intiguna Yasa Tbk. atau peritel MR DIY menawarkan sebanyak 2.519.039.400 atau 2,51 miliar saham dengan nominal Rp25 per saham kepada publik melalui penawaran umum perdana saham. Jumlah tersebut terdiri atas 2.267.135.400 (9%) saham milik pemegang saham penjual Azara Alpina Sdn. Bhd. dan 251.904.000 (1%) saham baru yang dikeluarkan dari portepel perseroan.

Harga penawaran IPO saham MR DIY dipatok sekitar Rp1.650 hingga Rp1.870 per saham. Dengan demikian, PT Daya Intiguna Yasa Tbk. berpotensi meraup dana IPO sekitar Rp4,15 triliun hingga Rp4,71 triliun.

Adapun, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. menawarkan sebanyak-banyaknya 778,68 juta saham biasa, dengan nilai nominal Rp3.125 per saham, yang mewakili sebesar-besarnya 10% dari modal ditempatkan dan disetor perseroan dalam IPO.

Saham perdana AADI akan ditawarkan ke masyarakat dengan harga penawaran sebesar Rp4.590 hingga Rp5.900 per saham. Dengan nilai tersebut, jumlah seluruh nilai penawaran umum perdana saham ini adalah sebanyak-banyaknya sebesar Rp4,59 triliun.

Selain IPO, PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) sebagai pemegang saham pengendali PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI) juga merancang penawaran umum oleh pemegang saham (PUPS) sebanyak 7 miliar saham AADI sehari setelah IPO.

Terkait dengan IPO, Presiden Direktur MR DIY Edwin Cheah menyampaikan aksi korporasi tersebut merupakan langkah strategis perseroan mempercepat ekspansi dan memperkokoh posisi sebagai pemimpin di industri ritel berbasis non-grocery. Langkah ini merupakan tonggak sejarah penting dalam perjalanan MR. D.I.Y. sejak memasuki pasar Indonesia pada 2017.

“Kami memiliki visi untuk terus memperluas jangkauan agar dapat melayani lebih banyak pelanggan di seluruh Indonesia, menghadirkan produk berkualitas dengan nilai terbaik yang terjangkau untuk semua kalangan,” ujar Cheah, Senin (25/11/2024).

Menurutnya, IPO bukan hanya tentang pertumbuhan bisnis, tetapi juga tentang menciptakan dampak positif bagi masyarakat Indonesia. Dengan langkah IPO, MR DIY optimistis akan terus menjadi mitra yang dapat diandalkan bagi pelanggan, masyarakat, dan pemegang saham.

“Dalam 5 tahun pertama [2017-2022], kami berhasil membuka 400 toko. Namun, dalam 2 tahun terakhir saja [2022-2024], kami telah menambah sekitar 400 toko lagi. Ini membuktikan kemampuan kami untuk terus mempercepat pertumbuhan dan menjangkau lebih banyak pelanggan di berbagai daerah,” imbuhnya.

Merujuk prospektusnya, seluruh dana yang diperoleh dari IPO, setelah dikurangi biaya-biaya emisi, akan digunakan oleh PT Daya Intiguna Yasa Tbk. untuk tiga tujuan. Pertama, sekitar 60% untuk pembayaran sebagian pokok utang kepada PT Bank CIMB Niaga Tbk.

Hingga 30 Juni 2024, PT Daya Intiguna Yasa Tbk. memiliki total liabilitas sebesar Rp2,71 triliun yang terdiri atas liabilitas lancar Rp1,65 triliun dan liabilitas tidak lancar Rp1,05 triliun.

Kedua, sekitar 30% untuk anak usaha perseroan berupa biaya pembukaan toko baru yang terdiri atas biaya deposit utang muka sewa toko, renovasi, pengadaan perabotan, dan perlengkapan toko di wilayah Jabodetabek, Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Papua, dan Kepulauan Maluku. Pemberi sewa, penyedia jasa renovasi, pengadaan perabotan, dan penjual perlengkapan, seluruhnya merupakan pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan afiliasi dengan perseroan. Penggunaan dana tersebut direncanakan dilakukan pada 2025 sampai 2026.

Ketiga, sekitar 10% akan digunakan oleh PT Daya Sentosa Yasa untuk modal kerja operasional, seperti pembelian persediaan, biaya logistik, dan sebagainya.

Sementara itu, IPO PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI) sudah merampungkan proses penawaran awal (bookbuilding) dan sedang menunggu izin efektif dari Otoritas Jasa Keuangan yang diharapkan dapat diperoleh perseroan pada hari ini, Selasa (26/11/2024).

Setelah itu, masa penawaran umum AADI dijadwalkan berlangsung pada 29 November-3 Desember 2024 dan pencatatan di BEI diharapkan dapat berlangsung pada 5 Desember 2024.

Terkait dengan IPO dan PUPS Adaro Andalan Indonesia, Head of Research Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan apabila investor membeli saham AADI saat IPO, maka pilihan ini bisa menjadi lebih menarik.

"Tetapi yang menjadi pertanyaannya, apakah kita bisa mendapatkan jumlah sesuai dengan yang kita pesan," kata Sukarno, Senin (25/11/2024).

Sementara itu, lanjut Sukarno, pembelian saham melalui PUPS bisa menjadi opsi yang lebih menarik agar bisa mendapatkan saham AADI lebih banyak.

Hanya saja, lanjutnya, pembelian saham melalui PUPS akan berdampak penurunan harga saham ADRO setelah cum date sebesar potensi dividend yield yang didapatkan.

Namun, kata Sukarno, dampak positifnya investor dapat membeli saham AADI dengan penawaran harga yang tergolong murah. Selain itu, dengan prospek pembagian dividen di tahun depan, harga saham AADI secara prospek bisa menguat signifikan nantinya dari harga IPO.

Prospek dan Perubahan Aturan IPO

Berdasarkan laporan Deloitte, tren IPO di Indonesia tahun ini banyak diwarnai oleh perusahaan-perusahaan yang lebih kecil. Adapun, lesunya tren IPO di Indonesia tahun ini terjadi seiring dengan momentum tahun politik, yakni gelaran Pemilu 2024. Selain itu, terdapat ketidakpastian yang diperburuk oleh hambatan pasar global.

Capital Markets Advisor Deloitte Indonesia Jasmin Maranan menilai pasar modal di Indonesia pada tahun ini memang menunggu kejelasan lebih lanjut tentang kebijakan fiskal dan moneter di bawah pemerintahan baru.

Selain itu, pasar menunggu prospek ekonomi dan pertumbuhan domestik yang tetap positif, didorong oleh infrastruktur di era pemerintahan baru.

Meskipun demikian, tren IPO di Indonesia pada 2025 masih berpotensi tumbuh. Namun, terdapat sejumlah catatan.

"Regulator pasar modal perlu mengambil langkah-langkah penting untuk lebih meningkatkan daya tarik dan likuiditas pasar dengan harapan dapat meningkatkan IPO pada 2025," ujar Jasmin dalam keterangan tertulis pada beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna menuturkan dari sisi permintaan, dengan usainya pelaksanaan Pemilu di Indonesia, dengan iklim politik yang kondusif dan pertumbuhan ekonomi stabil, bursa optimistis investor asing maupun domestik masih tertarik untuk berinvestasi di perusahaan yang prospektif.

"Selain itu, pasar modal kita telah berpengalaman dalam menyerap beberapa IPO jumbo," kata Nyoman, Rabu (14/11/2024).

Di sisi regulasi, Direktur Utama BEI Iman Rachman mengatakan pihaknya sedang berdiskusi dengan OJK terkait dengan usulan batas nilai IPO minimal sebesar 10% dari nilai valuasi bagi perusahaan dengan ekuitas lebih dari Rp2 triliun.

Usulan itu akan mengubah aturan sebelumnya yang mematok batas minimal IPO sebesar 10% dari total saham yang ditempatkan dan disetor setelah IPO.

"Kami mengusulkan lebih dari 10% dari hasil IPO minimum. Ini adalah pelajaran yang dapat dipetik dari apa yang terjadi di pasar," kata Iman seperti dilansir Bloomberg.

Pelajaran yang dimaksud ialah terjadinya penghapusan PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) dari indeks FTSE Russell pada September lalu akibat konsentasi tinggi pada empat pemegang saham perusahaan. Keputusan FTSE itu memicu aksi jual saham BREN akibat kekhawaran kalangan investor terkait dengan keterbatasan likuiditas saham BREN di pasar.

Adapun, pada 2025, BEI menargetkan sebanyak 66 perusahaan baru yang menggelar IPO. "Kami masih yakin jumlah IPO pada 2025 akan lebih baik dari tahun ini," tambahnya.


Berikut rangkuman aksi IPO dengan nilai lebih dari Rp1 triliun dalam 2017-2024:
2017

- PT Garuda Maintenence Facility Aero Asia Tbk. (GMFI) Rp1,13 triliun
- PT PP Presisi Tbk. (PPRE) Rp1,01 triliun

2018

- PT Bank BRI Syariah Tbk. (BRIS) Rp1,33 triliun
- PT Medikaloka Hermina Tbk. (MIKA) Rp1,3 triliun

2019

- PT Gunung Raja Paksi Tbk. (GGRP) Rp1,03 triliun
- PT Uni-Charm Indonesia Tbk. (UCID) Rp1,24 triliun

2020
- PT Metro Healthcare Indonesia Tbk. (CARE) Rp1,03 triliun

2021
- PT FAP Agri Tbk. (FAPA) Rp1 triliun
- PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) Rp21,9 triliun
- PT Cemindo Gemilang Tbk. (CMNT) Rp1,17 triliun
- PT Cisarua Mountain Dairy Tbk. (CMRY) Rp3,67 triliun
- PT Avia Avian Tbk. (AVIA) Rp5,77 triliun
- PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) Rp18,78 triliun

2022
- PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) Rp13,73 triliun
- PT Global Digital Niaga Tbk. (BELI) Rp8 triliun

2023
- PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) Rp9,06 triliun
- PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) Rp10,73 triliun
- PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) Rp3,13 triliun
- PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) Rp10 triliun

2024

- PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI) Rp3,57 triliun hingga Rp4,59 triliun
- PT Daya Intiguna Yasa Tbk.(MDIY) Rp4,15 triliun hingga Rp4,71 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper