Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah analis menilai negatif prospek saham emiten tekstil selepas PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex telah resmi dinyatakan pailit
Alasannya, kinerja keuangan dan operasional emiten tekstil relatif tertekan dalam akibat impor yang masif dari China.
Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, Vinko Satrio Pekerti mengatakan situasi itu membuat harga jual tekstil di dalam negeri ikut terkoreksi signifikan. Konsekuensinya, sebagian besar perusahaan tidak mampu membayar kewajiban utang pada kreditur.
“Tren penurunan penjualan sejak era pandemi Covid-19 sangat berdampak pada kemampuan pemenuhan kewajiban perusahaan,” kata Vinko saat dihubungi, Kamis (24/10/2024).
Vinko menuturkan penetapan pailit untuk saham SRIL bakal berdampak negatif pada kepercayaan investor untuk sektor industri ini.
“Saham SRIL sangat berpotensi untuk turun bahkan ke level Rp50 apabila gembok suspensinya sejak 2021 dibuka. Namun dalam waktu dekat rasanya tidak mungkin BEI akan membuka suspensi, apalagi ditambah kasus kepailitan ini,” kata Vinko.
Baca Juga
Secara umum, kata Vinko, industri tekstil tengah menghadapi tantangan fluktuasi harga bahan baku serta persaingan global.
Dia berharap pemerintah dapat mencari keluar atas kesulitan industri pada karya tersebut.
Di sisi lain, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai perusahaan mesti segera melakukan buy back selepas keputusan pailit tersebut.
“Semestinya SRIL melakuan buy back karena kan masyarakat atau publik masih megang saham ini,” kata Nafan.
Menurut dia, sebagian besar saham emiten tekstil bergerak tidak likuid sejak pandemi lalu. Dia mengatakan perlu perbaikan kinerja dari sektor ini.
“Emiten tekstil saat ini kurang likuid ya,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, SRIL resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang lewat putusan PN Semarang atas perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. Pembacaan putusan kepailitan Sritex dan perusahaan lainnya itu dilakukan pada Senin (21/10/2024) di PN niaga Semarang.
Dikutip dari situs resmi SIPP PN Semarang, Kamis (24/10/2024), pemohon yaitu PT Indo Bharat Rayon mengajukan pembatalan perdamaian dengan pihak termohon lantaran lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran.
Adapun, pihak termohon tak hanya Sritex, tetapi juga anak perusahaan lainnya yaitu, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Dalam perkara ini, PT Indobharat meminta PN Niaga untuk membatalkan putusan PN Semarang No. 12/Pdt.Sus PKPU/2021.PN.Niaga.Smg pada 25 Januari 2022 terkait Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi).
Direktur Utama SRIL Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan kondisi tersebut yang akhirnya membuat perseroan harus melakukan peneyesuaian kapasitas produksi dan efisiensi karyawan lantaran turunnya pesanan. Perseroan mulai mencatat penurunan kinerja sejak pandemi berlangsung.
"Kami harapkan dengan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai masuknya barang-barang impor itu juga bisa melihat dari sisi kami produsen di dalam negeri ini yang mengalami kesulitan bersaing dengan produk-produk impor yang merajalela di pasaran," kata Iwan dalam Public Expose SRIL, Selasa (25/6/2024).
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.