Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pendiri Ethereum Dukung Ide Solo Staking, Buka Peluang Cuan Validator ETH Individu

Saat ini, seorang validator transaksi memerlukan minimal 32 ETH atau sekitar Rp1,19 miliar untuk melakukan solo staking. Kini terdapat usulan penurunan syarat.
Potret token Ethereum (ETH). / Bloomberg-Angel Garcia
Potret token Ethereum (ETH). / Bloomberg-Angel Garcia

Bisnis.com, JAKARTA — Salah satu pendiri jaringan Ethereum Vitalik Buterin memberikan sinyal mendukung persyaratan staking ETH yang lebih lunak, demi meningkatkan skalabilitas dan menjaga desentralisasi, hingga membuka kemungkinan solo staking ETH oleh individu. Lantas, bagaimana potensi cuannya?

Sekadar info, staking merupakan aktivitas khas konsensus blockchain Proof-of-Stake (PoS) yang digunakan untuk melakukan konfirmasi transaksi sekaligus pengamanan jaringan. 

Tujuannya sama seperti aktivitas menambang Bitcoin (BTC) yang menggunakan konsensus blockchain Proof-of-Work (PoW), yaitu menjadi validator transaksi terdesentralisasi. Bedanya, karena aktivitas penambangan dalam PoW membutuhkan pemecahan kode matematika rumit, seorang penambang butuh peralatan komputasi tinggi yang notabene mahal dan boros daya.

Sebaliknya, validator dalam konsensus PoS hanya butuh melakukan staking dengan mengunci sejumlah token selama melakukan validasi transaksi, alias berfungsi sebagai jaminan. Menjadi validator pun tidak memerlukan modal peralatan komputer super canggih yang bisa membuat tagihan listrik jebol. 

Hanya saja, dalam konteks ETH saat ini, seorang validator minimal harus mengunci 32 ETH dalam kurun waktu tertentu. Artinya, apabila mengambil acuan harga 1 ETH terkini di sekitar US$2.375 alias Rp37,2 juta, individu yang berminat menjadi validator dan melakukan solo staking harus memiliki modal sekitar Rp1,19 miliar terlebih dahulu. 

Oleh sebab itu, sinyal dukungan solo staking dari salah satu pendiri ETH menjadi angin segar bagi pasar. Hal ini terungkap dari unggahan akun resmi Vitalik di platform X, yaitu @vitalik.eth baru-baru ini. 

"Saat ini persyaratan staking minimal sebesar 32 ETH lebih jadi hambatan. Sedang diusulkan peningkatan sementara persyaratan bandwidth sebagai ganti menurunkan batas staking menjadi 16 ETH atau 24 ETH. Ini baik untuk aksesibilitas dan skalabilitas," tulisnya, dikutip pada Jumat (11/10/2024).

Vitalik menambahkan apabila masalah koneksi bandwidth terselesaikan, persyaratan minimal staking bisa turun hingga 1 ETH saja di masa depan. Hal ini akan memperkuat desentralisasi ETH, sebab mampu meningkatkan partisipasi pengguna secara luas.

Lembaga edukasi kripto Pintu Academy dalam risetnya menjelaskan bahwa di samping syarat minimal ETH yang terbilang mahal, syarat teknis untuk menjadi validator ETH sebenarnya cukup mudah, yakni hanya membutuhkan alat komputasi minimal prosesor 4 core @2,8 GHz, memori RAM 16 GB, dan memori penyimpanan 2 TB. 

Bandingkan dengan Solana (SOL) misalnya, yang mengharuskan prosesor 12 core @2,8 GHz, memori RAM 128 GB, dan memori penyimpanan 1 TB, atau Avalanche (AVAX) yang butuh 8 core @2,8 GHz, memori RAM 16 GB, dan memori penyimpanan 1 TB.

Namun, sebab persyaratan minimal ETH yang mahal, pemanfaatan layanan pihak ketiga selaku pengumpul (staking pool) pun menjadi pilihan individu untuk melakukan staking.

Potensi Cuan

Biasanya, perhitungan cuan aktivitas staking menggunakan istilah Annual Percentage Yield (APY) atau Annual Percentage Rate (APR), di mana konsepnya hampir serupa, tapi memiliki perbedaan dalam teknis perhitungan.

Secara terperinci, APY mempertimbangkan bunga majemuk atau compound interest, yang berarti bunga yang diperoleh juga menghasilkan bunga. Ini membuat hasil investasi lebih besar karena bunga dihitung dari pokok awal serta bunga yang sudah terkumpul.

"Sebaliknya, beda dengan APY, annual percentage rate atau APR tidak memperhitungkan bunga majemuk. Jadi, bunga hanya dihitung dari pokok tanpa ada tambahan dari bunga sebelumnya," tulis Tim Pintu Academy. 

Misalnya, jika sebuah produk investasi menawarkan bunga bulanan 2%, dengan APR, hasil tahunannya adalah 24% atau 2% x 12 bulan. Namun, jika dihitung menggunakan APY, hasilnya akan lebih besar karena bunga yang diperoleh akan terus bertambah setiap bulannya.

"Contoh, Pintu adalah salah satu pedagang kripto yang menggunakan kedua metode ini dalam fitur Pintu Earn dan PTU Staking di aplikasi. Pintu Earn menggunakan APY, memungkinkan memperoleh bunga dari aset kripto yang disimpan. Sedangkan PTU Staking menawarkan imbalan dengan perhitungan APR," tambahnya.

Sebagai contoh, dalam fitur Pintu Earn, investor yang melakukan pengumpulan ETH secara fleksibel (Flexi) bisa mendapatkan imbalan bunga 1% APY. Sementara apabila memilih pengumpulan ETH secara terkunci (Locked), investor bisa mendapat bunga 1,25% APR untuk penguncian 30 hari, dan 1,5% APR untuk penguncian 90 hari. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper