Bisnis.com, JAKARTA – Emiten BUMN Karya merealisasikan pembayaran kepada pemasok dan subkontraktor sebesar Rp27,83 triliun sepanjang Januari–Juni 2024.
Realisasi tersebut bertambah seiring pelaporan kinerja keuangan konsolidasi PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) pada semester I/2024 yang rilis pada pekan lalu.
Sepanjang semester I/2024, WIKA merogoh kocek Rp9,43 triliun dari kas aktivitas operasi untuk membayar pemasok. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi pembayaran ini menyusut 19,41% dari posisi Rp11,7 triliun.
Sementara itu, ADHI membukukan pembayaran sebesar Rp8,79 triliun selama Januari–Juni 2024 atau meningkat 3,46% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni Rp8,5 triliun.
Adapun, PTPP mengakumulasikan pembayaran kas kepada pemasok dan subkontraktor sebesar Rp6,52 triliun atau turun 26,08% year-on-year (YoY). Adapun Waskita mengucurkan Rp3,08 triliun untuk pemasok, menurun 44,08% secara tahunan.
Dengan demikian, total realisasi pembayaran subkontraktor dan pemasok BUMN Karya mencapai Rp27,83 triliun sepanjang semester I/2024. Jumlah ini menurun sebesar 19,42% dari periode yang sama tahun lalu yakni Rp34,55 triliun.
Melansir laporan keuangan konsolidasi masing-masing BUMN Karya, Senin (2/9/2024), pembayaran kas kepada pemasok dan subkontraktor merupakan salah satu beban terbesar dari pos arus kas aktivitas operasi tiap emiten.
WIKA, semisal, mencatatkan penerimaan kas dari pelanggan sebesar Rp8,85 triliun pada semester I/2024. Namun, setelah dikurangi jumlah pengeluaran – salah satunya pembayaran pemasok, perseroan defisit kas bersih dari aktivitas operasi Rp1,9 triliun.
Kendati mengalami defisit, WIKA membukukan kas dan setara kas pada akhir periode Juni 2024 senilai Rp7,04 triliun atau melonjak 284,73% YoY. Peningkatan ini disebabkan adanya penerimaan modal disetor sebesar Rp6,06 triliun.
Di sisi lain, ADHI menorehkan kas dari pelanggan sebesar Rp10,23 triliun. Setelah dikumulasikan dengan biaya penerimaan dan pembayaran lain, perseroan masih membukukan surplus kas bersih dari aktivitas operasi Rp1,07 triliun.
PTPP dan Waskita Karya justru membukukan defisit kas bersih yang digunakan untuk aktivitas operasi. PTPP secara rinci mencatatkan defisit kas bersih aktivitas operasi sebesar Rp367,97 miliar, sementara Waskita senilai Rp1,45 triliun.
Sepanjang semester I/2024, ADHI memiliki arus kas setara kas sebesar Rp2,66 triliun atau turun 23,34% YoY. Di sisi lain, arus kas PTPP melonjak 50,73% YoY menjadi Rp4,32 triliun dan Waskita mencatatkan Rp1,87 triliun atau naik 8,74% YoY.
KINERJA KEUANGAN BUMN KARYA
Dari sisi kinerja, WIKA telah mencetak laba bersih Rp401,95 miliar sepanjang Januari–Juni 2024. Raihan itu berbalik dari rugi bersih Rp1,88 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan laporan keuangan per akhir Juni 2024, WIKA membukukan pendapatan bersih Rp7,53 triliun atau turun 18,58% year-on-year (YoY) dari posisi Rp9,25 triliun.
Sepanjang semester I/2024, pendapatan WIKA dikontribusikan oleh sejumlah segmen, antara lain infrastruktur dan gedung sebesar Rp3,46 triliun; segmen industri Rp2,29 triliun; energi dan industrial plant Rp1,2 triliun; serta hotel Rp421,01 miliar.
WIKA mencatatkan beban pokok pendapatan Rp6,88 triliun, melemah 18,71% secara tahunan. Dengan perolehan itu, perseroan mengakumulasikan laba kotor Rp645,52 miliar atau turun dari posisi semester I/2023 yang meraih Rp779,03 miliar.
Meskipun laba kotor menurun, kenaikan laba bersih WIKA disumbangkan oleh penghasilan lain-lain yang mencapai Rp4,38 triliun. Capaian ini bersumber dari keuntungan restrukturisasi pinjaman Rp3,94 triliun dan pemulihan penurunan nilai Rp361,19 miliar.
Direktur Utama Wijaya Karya Agung Budi Waskito mengatakan transformasi perseroan telah menunjukkan hasil sesuai dengan rencana yang disusun manajemen.
Hal itu setidaknya tecermin dari gross profit margin (GPM) segmen infrastruktur dan gedung serta EPCC yang mencapai 8,4% dan 9,9% pada kuartal II/2024. Realisasi ini meningkat dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yakni 8,2% dan 7,9%.
“Perkuatan kinerja operasi WIKA dapat tercapai atas upaya perseroan dalam menjalankan lean construction dan digitalisasi serta terus mengupayakan efisiensi operasi di seluruh proyek berjalan,” ujar Agung dalam keterangan tertulis, Jumat (30/8/2024).
Di samping itu, ADHI dan PTPP juga kompak menorehkan pertumbuhan laba bersih pada semester I/2024. ADHI mengakumulasikan laba bersih sebesar Rp13,8 miliar atau meningkat 11% dibandingkan dengan tahun lalu yang meraih Rp12,41 miliar.
Adapun PTPP mampu mencetak laba bersih Rp147 miliar pada semester I/2024 atau tumbuh 52,46% secara tahunan. Peningkatan laba sejalan dengan kinerja pendapatan usaha yang meraih Rp8,79 triliun atau meningkat 9,28% secara tahunan.
Nasib berbeda justru dialami Waskita. Selama periode Januari–Juni 2024, perseroan mencatatkan rugi bersih sebesar Rp2,15 triliun alias meningkat 4,18% dibandingkan dengan kerugian pada periode yang sama tahun lalu yakni Rp2,07 triliun.
---------------------------
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.