Bisnis.com, JAKARTA – PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI), PT PP (Persero) Tbk. (PTPP), dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) mulai ancang-ancang untuk menyambut rencana merger BUMN Karya yang diperkirakan terealisasi pada era pemerintahan Prabowo Subianto.
Rencana penggabungan yang digaungkan Menteri BUMN Erick Thohir ini bahkan telah meraih restu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun, belum ada informasi pasti kapan penggabungan 7 BUMN Karya bakal dieksekusi.
Total, tujuh perusahaan pelat merah konstruksi bakal dilebur menjadi tiga klaster. Tujuh perusahaan itu adalah ADHI, PTPP, WIKA, PT Hutama Karya (Persero), PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT Brantas Abipraya (Persero), dan PT Nindya Karya (Persero).
Skemanya, Waskita Karya akan digabungkan dengan Hutama Karya sedangkan Adhi Karya menjadi induk perusahaan bagi Brantas dan Nindya Karya. Langkah berikutnya, Kementerian BUMN bakal ‘mengawinkan’ PTPP dengan Wijaya Karya.
Direktur Utama Adhi Karya Entus Asnawi Mukhson mengatakan Kementerian BUMN, selaku pemegang saham, telah menginstruksikan perseroan untuk mempersiapkan merger dengan Brantas dan Nindya Karya.
“Kami sekarang sedang menyamakan dari sisi laporan, dari sisi budaya, kemudian dari sisi sistem, dan lain sebagainya. Tahapannya memang sedang dalam persiapan,” ujarnya dalam Pubex Live 2024, Rabu (28/8/2024).
Direktur Keuangan Adhi Karya Bani Iqbal menambahkan perseroan juga melakukan evaluasi dengan konsultan untuk mengkaji manfaat merger. ADHI turut meminta pandangan Kementerian PUPR sebagai salah satu pemberi kerja dominan BUMN Karya.
“Dari hasil tersebut, nanti akan dibawa evaluasi kembali dengan konsorsium konsultan yang lebih komprehensif. Di sana akan dibahas dari sisi keuangan, perpajakan, dari sisi legal, dan dampak dari sisi sumber daya manusia,” tutur Iqbal.
Proses evaluasi disebut akan membentuk hasil simulasi terkait proyeksi ke depan. Hal ini mengingat masing-masing perusahaan memiliki kompetensi tersendiri. ADHI mempunyai kemampuan di sektor perkeretaapian dan konstruksi perairan yang beririsan dengan Brantas, sedangkan Nindya Karya merupakan kontraktor secara umum.
Oleh sebab itu, Iqbal menyampaikan proses merger harus dilakukan secara hati-hati karena konsep tersebut bertujuan menambah nilai dari masing-masing perusahaan, bukan sebagai langkah penyelamatan dari keberlangsungan tiap entitas.
Di sisi lain, Direktur Strategi Korporasi dan HCM PTPP I Gede Upeksa Negara menuturkan pihaknya sedang mengkaji langkah merger dengan WIKA. Perseroan juga sudah menunjuk pihak ketiga guna memperhitungkan dampak dari rencana tersebut.
“Tentu kajian ini tidak hanya terhadap induknya di PTPP, tetapi juga terhadap keseluruhan di anak usaha dan afiliasinya,” pungkasnya dalam Pubex Live 2024.
Kajian yang melibatkan entitas anak dan afiliasi PTPP, lanjut Upeksa, perlu dilakukan lantaran ada kesamaan lini bisnis dengan Grup WIKA. Untuk itu, seluruh proses ini diharapkan menghasilkan strategi yang tepat untuk mendorong nilai tambah dari tiap entitas.
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya mengungkapkan bahwa pihaknya juga melakukan persiapan dari sisi internal. Mulai dari kesiapan sistem, organisasi, dan beberapa hal lainnya.
Akan tetapi, Mahendra belum dapat memerinci skema teknis penggabungan antara WIKA dan PTPP. Namun, yang pasti, perseroan akan tegak lurus mengikuti arahan pemerintah ke depan.
“Intinya on progres kami sedang siapkan,” ucapnya.
Eksekusi Meger BUMN Karya
Berdasarkan pemberitaan Bisnis.com sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga mengatakan eksekusi penggabungan BUMN Karya, khususnya antara Hutama Karya (HK) dan Waskita akan menunggu transisi pemerintahan baru.
“Merger BUMN Karya juga menunggu pemerintahan baru, tapi tetap dikejar mudah-mudahan tahun ini,” ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Arya pun memperkirakan merger antara HK dan Waskita Karya baru terlaksana pada Oktober 2024. Artinya, lini masa tersebut mundur dari rencana awal Kementerian BUMN.
Berdasarkan data Kementerian BUMN, proses penggabungan dan Waskita sejatinya ditargetkan rampung antara Juli – Agustus 2024. Sementara itu, proses merger untuk klaster BUMN Karya lainnya belum memiliki tenggat penyelesaian.
Sekretaris Kementerian BUMN Rabin Indrajad Hattari memastikan merger BUMN Karya, khususnya HK dan Waskita Karya sudah mulai berjalan.
Dia juga menyatakan rencana penggabungan sudah meraih restu dari Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, sehingga pelaksanaan dari proses tersebut akan disesuaikan antarkementerian.
“Bersama Pak Bas [Basuki] dan Menteri BUMN kan sudah disepakati. Jadi, kami harus atur lagi kira-kira waktunya karena harus dilihat pembukuan yang sehat HK dan Waskita,” ucapnya saat ditemui di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, baru-baru ini.
Di tengah proses merger, Pengamat BUMN dari Datanesia Institute Herry Gunawan memandang kondisi keuangan Waskita berisiko membebani postur keuangan HK.
Pasalnya, hingga semester I/2024, Waskita masih mencatatkan rugi bersih Rp2,15 triliun, Kerugian ini meningkat 4,18% dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai Rp2,07 triliun.
Salah satu penyebab kerugian Waskita adalah membengkaknya beban keuangan. Selama 6 bulan pertama tahun ini, perseroan mencatatkan beban keuangan Rp2,29 triliun atau meningkat 10,60% dibandingkan dengan tahun sebelumnya
Selain itu, kinerja pendapatan usaha Waskita juga mengalami koreksi 15,19% year-on-year (YoY) menjadi Rp4,47 triliun pada semester I/2024. Penyebabnya datang dari segmen jasa konstruksi yang melemah 28,17% secara tahunan menjadi Rp3,12 triliun.
“Bebannya sudah terlalu berat. Jadi, kalau digabung dengan Hutama Karya, beban yang dipikul oleh Waskita akan ikut membebani Hutama Karya. Termasuk beban operasional yang defisit itu,” ujarnya kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Dia pun menilai rencana penggabungan antara dua BUMN Karya ini sebaiknya ditunda lebih dulu, sembari menunggu kondisi keuangan Waskita kembali bertenaga.
--------------------------
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.