Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas telah kembali mencapai rekor tertinggi sepanjang masa. Lantas, sentimen atau faktor apa yang memengaruhi?
Harga emas batangan menyentuh level tertinggi sepanjang masa pada US$2.475,81 per troy ounce pada Selasa (17/7/2024) menyusul lonjakan 1,9% pada sesi sebelumnya.
Adapun, sentimen yang mendorong harga komoditas tersebut adalah para pedagang yang bertaruh bahwa bank sentral Amerika Serikat yakni Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga awal dan lebih dalam, kala sinyal inflasi yang mulai mendingin dan mendekati target bank sentral.
"Emas mencapai titik tertinggi baru karena investor bersiap menghadapi datangnya kondisi suku bunga yang lebih rendah. [Kisaran] US$2.500 adalah target langsung berikutnya, meskipun jika momentum saat ini dapat dipertahankan, kita dapat melihat harga naik lebih jauh dari sini sebelum akhir tahun," jelas kepala analis pasar KCM Trade, Tim Waterer, seperti dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, pada Senin (15/7/2024) Ketua The Fed Jerome Powell menuturkan bahwa pembacaan inflasi baru-baru ini sedikit menambah keyakinan bahwa laju kenaikan harga kembali ke target The Fed secara berkelanjutan. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemangkasan suku bunga mungkin tidak akan lama lagi.
Gubernur The Fed Adriana Kugler pada Selasa (16/7/2024) juga menyatakan optimisme yang hati-hati bahwa inflasi kembali ke target bank sentral AS sebesar 2%.
"Jika harga [emas] kembali menguat, US$2.450 mendekati rekor tertinggi sebelumnya tampaknya menjadi level yang menggoda bagi para investor untuk bersiap menghadapi kenaikan berikutnya," jelas Senior City Index, Matt Simpson, dikutip dari Reuters.
Pemain Berfokus pada Momentum
Pemain yang berfokus pada momentum juga mulai muncul kembali sebagai pendorong utama emas di tengah lingkungan yang lebih bullish.
Menurut kepala penelitian di Pepperstone Group Ltd, Chris Weston, para pedagang menambah posisi beli pada logam mulia, yang membantu mendorong pemulihan dan menarik lebih banyak arus.
"Fundamental jelas telah bergeser untuk menawarkan investor lebih banyak alasan untuk mempertimbangkan kembali kepemilikan emas dalam portofolio, dan ini telah menyebabkan dana yang sensitif terhadap harga mengejar keuntungan," jelas Weston, seperti dikutip dari Bloomberg.
Menurutnya, dengan posisi yang luas dan sentimen yang tidak mendekati ekstrem, maka US$2.500 dapat segera diuji.
Faktor Pembelian China
Harga emas telah melonjak hampir 20% sepanjang 2024, didukung oleh pembelian besar-besaran dari bank sentral, selera konsumen yang kuat di China, dan permintaan terhadap aset safe haven di tengah ketegangan geopolitik.
Menurut orang dalam kebijakan, pakar industri, dan data, China masih memiliki banyak minat dalam pembelian emas, meskipun ada jeda pada Mei dan Juni 2024. Hal ini lantaran kepemilikan emas barangan masih rendah dan sebagai bagian dari cadangan dan ketegangan geopolitik masih ada.
Senada, Senior Investment Strategist DBS Joanne Goh juga berpendapat bahwa pembelian emas oleh bank sentral masih akan berlanjut. Situasi geopolitik yang terus memburuk dapat mendorong bank sentral untuk membeli emas dalam beberapa tahun mendatang.
Chief Investment Officer DBS Asia Utara, Yeang Cheng Ling juga mengungkapkan bahwa meskipun sekitar 5% cadangan devisa China berupa emas, banyak ruang bagi pemerintah China untuk meningkatkan eksposur atau bobot emas dalam cadangan devisa.
Masyarakat China juga melihat preferensi budaya pada emas, karena merupakan simbol kemakmuran dan keberuntungan.
Reli Harga
Selain itu, ada tanda bahwa reli harga emas terlalu berlebihan. Indeks kekuatan relatif emas selama 14 hari berada di dekat 70, ambang batas yang oleh beberapa investor dianggap sebagai overbought.
Donald Trump
Di tempat lain, pasar juga menilai implikasi finansial dan politik dari upaya pembunuhan Donald Trump pada akhir pekan.
Dengan kembalinya Trump ke Gedung Putih, maka dapat memperkuat status emas sebagai tempat berlindung yang aman, jika ketegangan perdagangan global meningkat sebegai respons terhadap usulan tarif yang lebih tinggi.
Pemangkasan pajak yang direncanakan juga berisiko menyebabkan defisit anggaran pemerintah AS membengkak.