Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Strategi PYFA kala Industri Farmasi Tertekan Pelemahan Rupiah

PT Pyridam Farma Tbk. (PYFA) menyiapkan sejumlah strategi kala industri farmasi tertekan pelemahan rupiah.
Direktur PT Pyridam Farma Tbk. (PYFA) Paulus Widjanarko (kiri) dan Corcomm Manager PYFA Kezia Mareshah (kanan) dalam media gathering Senin (24/6/2024). /Bisnis-Rizqi Rajendra.
Direktur PT Pyridam Farma Tbk. (PYFA) Paulus Widjanarko (kiri) dan Corcomm Manager PYFA Kezia Mareshah (kanan) dalam media gathering Senin (24/6/2024). /Bisnis-Rizqi Rajendra.

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten farmasi, PT Pyridam Farma Tbk. (PYFA) tengah merancang strategi untuk menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang menekan industri farmasi di Indonesia.

Direktur PYFA Paulus Widjanarko mengatakan tantangan terbesar industri farmasi yaitu saat ini mayoritas masih mengandalkan impor bahan baku obat. Sebab, menurutnya Indonesia belum cukup mandiri untuk memproduksi obat-obatan.

"Bahwa 95% bahan baku obat Indonesia itu impor. Selama tidak ada hedging, saat ini hampir semuanya industri farmasi lokal mengalami kesulitan untuk mengonversi harga jual," ujar Paulus kepada wartawan, Senin (24/6/2024).

Mengacu data Bloomberg, hari ini nilai tukar rupiah naik tipis 0,34% ke level Rp16.394, sedangkan pada pekan lalu, rupiah sempat terperosok nyaris tembus Rp16.500 per dolar AS. Adapun, Bank Indonesia (BI) masih menahan suku bunga acuan di level 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI 20 Juni 2024.

Paulus mengatakan, saat ini perseroan tengah berdiskusi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar pengadaan barang dan jasa dalam industri farmasi tidak terlalu terdampak dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Kami mengharapkan pemerintah untuk melakukan intervensi atau hedging maupun negosiasi harga e-katalog. Karena tidak mungkin kami impor di harga Rp16.500 tapi harga jualnya pakai harga Rp15.000 oleh e-katalog," jelasnya.

Terkait strategi bisnis, PYFA baru saja merampungkan pembelian atas 100% saham Probiotec Limited tersebut dilakukan dengan nilai transaksi sekitar 252 juta dolar Australia atau sekitar Rp2,75 triliun (kurs Rp10.930 per AUD).

Penyelesaian transaksi itu dilakukan pada 18 Juni 2024 di Australia, sehingga PYFA menjadi emiten pertama di Indonesia yang perdana mengakuisisi perusahaan terbuka asal Australia melalui proses Scheme of Arrangement.

Sebagai informasi, Probiotec Limited merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar asal Australia dalam bidang manufaktur dan pengemasan yang bermitra dengan pemain besar global seperti Johnson & Johnson, Pfizer, iNova, Blackmores, dan lainnya untuk berbagai produk obat dan produk kesehatan konsumen lainnya.

Setelah mengakuisisi Probiotec Limited, ke depannya PYFA membidik untuk melakukan ekspansi ke pasar Asean hingga China untuk mengakselerasi kinerja perseroan.

Menilik kinerja keuangannya, PYFA membukukan penjualan sebesar Rp151,63 miliar per kuartal I/2024. Penjualan itu turun 8,02% dibandingkan periode sama 2023 sebesar Rp164,86 miliar. 

Meski penjualan turun, namun beban pokok PYFA justru naik 1,18% menjadi Rp92,56 miliar, dibandingkan kuartal I/2023 sebesar Rp91,48 miliar. 

Alhasil, PYFA membukukan rugi bersih sebesar Rp45,31 miliar atau membengkak 268,06% secara year-on-year (YoY) dibandingkan tiga bulan pertama 2023 sebesar Rp12,31 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper