Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas bervariatif usai rilisnya data penjualan ritel Amerika Serikat (AS). Sedangkan harga batu bara dan CPO ditutup menguat.
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot menguat 0,06% ke level US$2.329,67 pada perdagangan Kamis (20/6/2024) pada pukul 06.43 WIB. Di sisi lain, harga emas Comex kontrak Agustus 2024 melemah 0,17% ke level US$2.342,90 per troy ounce pada pukul 06.32 WIB.
Mengutip Reuters, harga emas naik tipis pada Rabu (19/6) setelah data menunjukan aktivitas ekonomi Amerika Serikat (AS) yang lesu, membuat harapan untuk setidaknya satu kali penurunan suku bunga tetap ada pada 2024.
Analis senior di ActivTrades, Ricardo Evangelista, mengatakan bahwa penggerak utama pergerakan harga emas masih berupa ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter The Fed. Meskipun harga naik, pergerakan dinilai cukup lemah karena pasar menunggu berita yang lebih penting.
Pada Selasa (19/6) penjualan ritel AS hampir tidak meningkat pada Mei 2024. Angka untuk bulan sebelumnya juga direvisi lebih rendah. Hal ini menunjukan aktivitas ekonomi pada kuartal II/2024 masih lesu.
Menurut alat CME FedWatch, hal ini sedikit meningkatkan kemungkinan penurunan suku bunga The Fed pada September menjadi 67%, dari hari sebelumnya yang sebesar 61%.
Baca Juga
"Ekspektasi pasar menunjukkan setidaknya satu kali penurunan suku bunga dari The Fed. Skenario tersebut telah sepenuhnya diperhitungkan dalam nilai dolar. Pembelian pemerintah (emas) juga tetap stabil. Jadi, kecuali ada perubahan signifikan dalam skenario ini, harga diperkirakan akan tetap didukung di atas level US$2.300," tutur Evangelista.
Harga Batu Bara
Berdasarkan data Bloomberg, harga batu bara kontrak Juli 2024 di ICE Newcastle menguat 0,82% ke level US$136 per metrik ton pada penutupan perdagangan Rabu (19/6). Kemudian, batu bara kontrak Agustus 2024 menguat 1,52% ke US$140 per metrik ton.
India akan menambah lebih banyak kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara, dibandingkan yang dimilikinya dalam hampir satu dekade pada tahun ini. Hal ini dikarenakan India menggunakan pembangkit listrik untuk mengatasi lonjakan permintaan listrik.
Kemudian, negara dengan populasi terpadat di dunia tersebut diperkirakan akan menambah 15,4 gigawatt pada 2024 hingga Maret 2025. Penambahan ini terbesar dalam sembilan tahun terakhir.
India juga tengah mengejar target energi ramah lingkungan yang ambisius. Namun, realita pertumbuhan ekonomi yang pesat memperpanjang ketergantungan pada bahan bakar fosil yang paling kotor.
batu bara masih menghasilkan sekitar tiga perempat listrik di India. Pemerintah juga memprediksi bahwa batu bara tetap menjadi bahan bakar andalan, setidaknya selama satu dekade ke depan.
Harga CPO
Harga komoditas minyak kelapa sawit atau CPO berjangka pada penutupan perdagangan Rabu (19/6) kontrak Agustus 2024 menguat 29 poin ke 3.939 ringgit per ton di Bursa derivatif Malaysia. Berikutnya, kontrak Juli 2024 juga ditutup menguat 23 poin menjadi 3.960 ringgit per ton.
Mengutip Bernama, pedagang menuturkan bahwa kontrak berjangka CPO ditutup lebih tinggi pada Rabu (19/6) didorong oleh momentum bullish yang diamati di kontrak berjangka minyak kedelai Chicago Board of Trade (CBOT) semalam.
Kepala riset komoditas Sunvin Group yang berbasis di Mumbai, Anilkumar Bagani, menuturkan bahwa kinerja yang optimis juga dipengaruhi oleh pemulihan kontrak berjangka minyak nabati China selama jam perdagangan Asia.
“Momentum bullish pada harga energi juga memberikan kontribusi positif terhadap kinerja pasar,” jelasnya.
Sebelumnya, kontrak berjangka CPO ditutup lebih rendah pada Selasa (18/6) karena kekhawatiran atas melemahnya permintaan dan peningkatan produksi dalam beberapa minggu mendatang.