Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah yang kian mendekati level Rp16.300 menjadi ganjalan baru bagi emiten BUMN farmasi PT Indofarma Tbk. (INAF) dan PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) untuk memperbaiki kinerja tahun ini.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah saat ini bercokol di level Rp16.295 per dolar Amerika Serikat (AS) atau melemah 0,02% dibandingkan dengan hari sebelumnya. Pelemahan ini pun berisiko mengganggu kinerja dua emiten.
Analis Stocknow.id Muhammad Thoriq Fadilla mengatakan depresiasi rupiah menjadi tantangan besar bagi sektor kesehatan karena akan meningkatkan biaya impor bahan baku farmasi.
“Bahan baku farmasi seperti bahan active pharmaceutical ingredients [API] sebagian besar masih diimpor, dan kenaikan harga ini akan berdampak pada margin keuntungan perusahaan farmasi,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (12/6/2024).
Dia menilai kondisi itu akan menambah beban bagi INAF dan KAEF. Mengingat kedua perusahaan pelat merah tersebut sedang menghadapi permasalahan internal dan keuangan.
Untuk Indofarma, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan perseroan dan anak usahanya yakni PT Indofarma Global Medika terlibat aktivitas berindikasi fraud, mulai dari transaksi fiktif, pinjaman online, hingga mempercantik laporan keuangan.
Baca Juga
“Aktivitas terindikasi fraud di anak perusahaan tentu menjadi sentimen negatif yang dapat mempengaruhi kepercayaan investor, ditambah terlilitnya pinjaman online semakin memperburuk reputasi INAF,” ucap Thoriq.
Aktivitas itu meliputi transaksi jual beli fiktif pada unit bisnis Fast Moving Consumer Goods (FMCG), serta penempatan dana deposito atas nama pribadi di koperasi simpan pinjam.
Selain itu, BPK menemukan INAF melakukan pinjaman online alias pinjol, menggunakan dana restitusi pajak untuk kepentingan di luar perusahaan, hingga menggadaikan deposito kepada PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) untuk kepentingan pihak lain.
Perseroan juga menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, melakukan windows dressing laporan keuangan, sampai membayar asuransi purnajabatan dengan jumlah melebihi ketentuan yang berlaku.
Di sisi lain, entitas anak Kimia Farma yaitu PT Kimia Farma Apotek juga diduga melakukan rekayasa laporan keuangan. Perseroan juga menghadapi persoalan efisiensi terkait dengan kepemilikan pabrik yang tidak sesuai dengan kebutuhan bisnis.
Hal ini membuat perusahaan mencatatkan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik induk sebesar Rp1,48 triliun, naik dari rugi tahun sebelumnya Rp190,47 miliar.
“Sama seperti Indofarma, KAEF juga menghadapi temuan terkait fraud dan masalah kinerja keuangan. Laporan keuangan yang merugi menunjukkan adanya masalah dalam struktur biaya dan pengelolaan aset,” tutur Thoriq.
------------------------------
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.