Bisnis.com, JAKARTA — Permasalahan emiten BUMN farmasi PT Indofarma Tbk. (INAF) seolah tak berkesudahan, mulai dari terlilit pinjaman online alias pinjol, transaksi fiktif, tunggakan gaji karyawan, hingga keuangan yang merugi.
Persoalan itu pun membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengusut laporan keuangan INAF terkait dugaan fraud. Tidak tanggung-tanggung, otoritas bahkan siap menjatuhkan sanksi kepada perseroan jika terbukti melakukan pelanggaran.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan saat ini pihkanya sedang menelaah laporan keuangan INAF dan PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) periode 2019 – 2023.
“Tentunya bila ada pelanggaran, kami pasti akan memberikan sanksi terhadap hal tersebut. Tapi proses pemeriksaan telah kami lakukan,” ujar Inarno dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan awal pekan ini.
Di sisi lain, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna, mengatakan pihaknya telah meminta penjelasan kepada INAF terkait indikasi fraud yang terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hasilnya, manajemen INAF menjelaskan kebenaran terkait laporan itu yang menyimpulkan ada penyimpangan berindikasi tindak pidana sehingga mengakibatkan negara merugi. Kasus ini pun telah dilimpahkan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).
Baca Juga
Nyoman juga menyampaikan bahwa otoritas Bursa menyoroti temuan BPK terkait dugaan window dressing laporan keuangan INAF dan KAEF. Sebagaimana diketahui, Indofarma belum merilis laporan keuangan 31 Desember 2023.
“Bursa sedang melakukan analisis lebih lanjut atas penyajian laporan keuangan yang telah disampaikan oleh INAF dan senantiasa memantau pemberitaan atas hasil pemeriksaan lebih lanjut oleh Jaksa Agung,” ujarnya.
TERLILIT PINJOL
Dalam perkembangan sebelumnya, BPK menemukan INAF dan anak usahanya yakni PT Indofarma Global Medika terlibat aktivitas berindikasi fraud, mulai dari transaksi fiktif, pinjol, hingga mempercantik laporan keuangan.
Melansir Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023, aktivitas itu meliputi transaksi jual beli fiktif pada unit bisnis Fast Moving Consumer Goods (FMCG), serta penempatan dana deposito atas nama pribadi di Koperasi Simpan Pinjam Nusantara.
Selain itu, BPK menemukan INAF melakukan pinjol, menggunakan dana restitusi pajak untuk kepentingan di luar perusahaan, hingga menggadaikan deposito kepada PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) untuk kepentingan pihak lain.
Perseroan juga menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, melakukan windows dressing laporan keuangan, sampai membayar asuransi purnajabatan dengan jumlah melebihi ketentuan yang berlaku.
“Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG,” tulis BPK.
Tak cuma itu, BPK juga menemukan Indofarma melakukan pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan dan penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan pelanggan, yang mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp16,35 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp146,57 miliar.
“Antara lain, pengadaan serta penjualan teleCTG, masker, PCR, rapid test, dan isolation transportation yang mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp16,35 miliar serta potensi kerugian sebesar Rp146,57 miliar,” tulis laporan IHPS.
Potensi kerugian sebanyak Rp146,57 miliar tersebut berasal dari piutang macet sebesar Rp122,93 miliar dan persediaan yang tidak dapat terjual senilai Rp23,64 miliar.
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.