Bisnis.com, JAKARTA — DJPPR Kemenkeu rencananya akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel Savings Bond Ritel seri SBR013 pada 10 Juni hingga 4 Juli 2024, meskipun masih tentatif.
Imbal hasil atau kupon SBR013 pun diprediksi tembus di kisaran 7% seiring dengan tingginya suku bunga. Bank Indonesia (BI) sudah mengerek suku bunga atau BI Rate ke level 6,25%. Oleh karena itu, tingkat kupon ini SBR013 tahun ini menyesuaikan dengan tingkat suku bunga acuan BI.
SVP, Head of Retail, Product Research & Distribution Division Henan Putihrai AM, Reza Fahmi Riawan menambahkan, dengan sifat kupon floating with floor atau mengambang, maka besaran kupon SBR013 akan mengikuti perubahan suku bunga BI setiap tiga bulan sekali.
"Karena suku bunga BI saat ini berada di level 6,25%, maka potensi kuponnya sekitar 6,4%-6,75%," ujar Reza kepada Bisnis, Kamis (30/5/2024).
Beberapa faktor yang memengaruhi permintaan SBR013 menurut Reza meliputi perubahan suku bunga BI, stabilitas ekonomi global dan domestik, hingga kebijakan fiskal dan moneter pemerintah.
"Investor akan mempertimbangkan risiko terkait instrumen investasi. SBR013 memiliki karakteristik yang aman dengan imbal hasil dijamin oleh pemerintah, yang dapat menarik minat investor," pungkas Reza.
Baca Juga
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kupon penawaran untuk SBR013 diperkirakan berkisar 6,90%-7,20% untuk tenor 2 tahun, dan di kisaran 7%-7,30% untuk tenor 4 tahun.
"Perkiraan kami didasarkan pada kupon SBR012 di tahun lalu sebesar 6,15% [BI rate +65bps] untuk tenor 2 tahun, dan 6,35% [BI rate + 85bps] untuk tenor 4 tahun," ujar Josua kepada Bisnis.
Lebih lanjut dia mengatakan, penerbitan SBR012 pada Januari 2023 lalu dilakukan sebelum Bank Indonesia (BI) menaikan suku bunganya, kala itu suku bunga BI masih di level 5,75%.
Sementara itu, saat ini BI sudah mengerek suku bunga ke level 6,25%. Oleh karena itu, tingkat kupon ini SBR013 tahun ini menyesuaikan dengan tingkat suku bunga acuan BI.
"Penjualan di seri SBR013 ini diperkirakan berada pada kisaran Rp10 triliun hingga Rp15 triliun, sejalan dengan kondisi pasar obligasi domestik yang masih dipenuhi ketidakpastian akibat sentimen dari The Fed," katanya.
Menurutnya, meskipun seri ini merupakan seri yang cenderung tidak dapat diperdagangkan (non-tradeable), namun SBR013 masih dipengaruhi oleh sentimen pasar obligasi domestik. Sejalan dengan ketidakpastian global yang masih tinggi, saat ini risk-appetite masih belum pulih, yang terefleksi dari permintaan lelang secara umum yang relatif rendah.
"Adapun dari sisi pendapatan masyarakat, meskipun memang disposable income berpotensi cenderung turun pada bulan Mei-Juni 2024, namun tidak akan terdapat penurunan yang signifikan pada SBR013. Oleh karenanya, kami perkirakan dampak dari musim pembayaran sekolah cenderung terbatas untuk penerbitan SBR013," pungkas Josua.