Bisnis.com, JAKARTA — Emiten BUMN di bidang panas bumi, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) mengungkap potensi pendapatan dari bisnis perdagangan karbon atau carbon credit bisa tumbuh dua kali lipat pada 2024.
Direktur Operasi PGEO Ahmad Yani mengatakan, potensi pendapatan dari carbon credit pada tahun ini sebesar US$1,5 juta atau setara Rp24,12 miliar (kurs jisdor Rp16.801 per dolar AS).
"Potensi dan estimasi pendapatan dari carbon kredit tahun ini sebesar US$1,5 juta," ujar Yani pada acara Media Briefing PGEO di Jakarta, Rabu (8/5/2024).
Sebagai perbandingan, pada 2023, Pertamina Geothermal mencatatkan pendapatan dari penjualan karbon kredit yang sebesar US$761.758. Artinya, jika potensi carbon credit US$1,5 juta tercapai, maka pendapatan PGEO dari bisnis perdagangan karbon naik hampir dua kali lipat, atau setara 96,91% secara year-on-year (YoY).
Sementara itu, hingga kuartal I/2024, PGEO belum mencatatkan pendapatan dari carbon credit. Di sisi lain, PGEO menjadi perusahaan penyedia karbon pertama di bursa karbon Indonesia (IDX Carbon) yang baru berdiri pada 26 September 2023.
Total karbon yang diterbitkan sebesar 483,112 ton CO2e, dari total 864,209 ton CO2e Verifed Carbon Unit (VCU). Untuk perdagangan di bursa karbon, PGEO melibatkan proyek Lahendong Unit 5 dan 6 merupakan hasil kerja sama dengan PT Pertamina Power Indonesia (PPI) sejak April 2023.
Baca Juga
Adapun, saat ini ada dua area milik PGEO yang sedang dalam tahap verifikasi untuk didaftarkan di bursa karbon Indonesia. Keduanya adalah area Lumut Balai dan area Kamojang yang diklaim memiliki carbon credit di atas 1 juta ton CO2e.
“Kami ada dua area proyek lagi yang didaftarkan di bursa karbon dan bisa menyumbang revenue untuk target akhir tahun, yaitu Kamojang dan Lumut Balai. Saat ini masih dalam proses verifikasi,” pungkasnya.
Menilik kinerja keuangannya, PGEO mencatatkan kenaikan pendapatan menjadi sebesar US$103,31 juta per kuartal I/2024. Pendapatan ini naik tipis sebesar 0,68% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yaitu US$102,61 juta.
Pendapatan tersebut ditopang oleh pendapatan dari operasi sendiri yang tercatat sebesar US$96,77 juta sementara untuk produksi pihak ketiga sebesar US$4,54 juta.
Alhasil, laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk tercatat sebesar US$47,51 juta atau setara dengan Rp754,14 miliar. Laba ini naik tipis dibandingkan kuartal I/2023 yang tercatat sebesar US$46,96 juta.