Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian BUMN menyebutkan kondisi global saat ini yaitu geopolitik serta suku bunga The Fed menjadi biang kerok kaburnya dana asing dari Indonesia.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan likuiditas dalam negeri dan outflow dari sisi ekuitas dan bond merupakan akibat dari faktor eksternal yaitu peningkatan eskalasi geopolitik serta pertumbuhan ekonomi AS.
“Kondisi geopolitik dan Amerika Serikat membuat kemarin capital outflow cukup signifikan sehingga BI harus menyesuaikan suku bunga,” kata lelaku yang akrab disapa Tiko dalam Bisnis Indonesia BUMN Forum 2024, Selasa (30/4/2024).
Lebih lanjut Tiko menjelaskan jika kondisi ekonomi AS yang meningkat dengan inflasi yang masih tinggi membuat ekpektasi penurunan suku bunga The Fed ditunda sampai dengan akhir tahun. Hal ini akan mempengaruhi kebijakan BI dalam menentukan arah suku bunga.
Di sisi lain, konflik Ukraina dan Timur Tengah akan berimbas pada harga komoditas dan rantai pasok yang volatil. Harga minyak mentah akan menentukan neraca minyak Indonesia ke depan baik dari jumlah impor maupun dampak ke mata uang rupiah.
Berdasarkan data RTI Business, di pasar saham sendiri tercatat dalam satu bulan perdagangan net sell atau jual bersih asing sebesar Rp20,67 triliun.
Baca Juga
Rinciannya adalah net sell pasar reguler sebesar Rp17,50 triliun sementara di pasar negosiasi dan tunai sebesar Rp3,17 triliun.
Adapun saham yang dilego paling banyak dalam kurun waktu tersebut adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) sebesar Rp8,2 triliun, PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) sebesar Rp4,9 triliun, dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) sebesar Rp3,1 triliun.
Selanjutnya PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) dan PT Astra International Tbk. (ASII) yang masing-masing mencatatkan net sell sebesar Rp1,2 triliun dan Rp919,5 miliar.
Selain mencatatkan net sell, saham BBRI, TLKM dan ASII juga terpantau membukukan return negatif secara year to date.