Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pelat merah PT Timah Tbk. (TINS) menargetkan produksi timah sebesar 30.000 ton sepanjang 2024.
Direktur Utama Timah Ahmad Dani Virsal mengatakan target produksi TINS sepanjang 2023 adalah sebesar 30.000 ton atau naik 100% dibandingkan dengan produksi 2023 yang tercatat sebesar 15.000 ton.
“[Target] naik dua kali lipat dengan ASP kalau bisa setinggi-tingginya, tahun lalu produksi sekitar 14.000-15.000 ton dengan ASP di sekitar US$25.000 hingga US$26.000 per ton,” kata Ahmad di Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Target tersebut ditopang oleh keyakinan permintaan timah global. Ahmad menjelaskan sebagian besar timah yang diproduksi yaitu 95% akan diekspor ke Negara Asia seperti Jepang, Taiwan, China dan Korea, negara-negara Eropa serta Amerika.
Menurutnya, timah yang digunakan untuk peralatan elektronik akan mengalami peningkatan permintaan seiring dengan perkembangan EV, barang-barang elektronik seperti gadget serta teknologi informasi.
“Walaupun cuma kecil, tapi timah dibutuhkan dan tidak bisa digantikan kecuali dengan emas. Tapi emas kan tidak efektif,” lanjutnya.
Baca Juga
Sejalan dengan target produksi yang naik dua kali lipat tersebut, Ahmad membidik setidaknya TINS akan membukukan laba di 2024, atau berbalik dari posisi 2023 yang menderita kerugian.
Dia menjelaskan, kenaikan produksi akan memperbaiki jumlah pendapatan dan EBITDA seiring dengan dilakukannya efisiensi.
“Jadi perbaikannya tidak langsung loncat berapa laba, tapi kita [kembali] positif dulu saja,” imbuhnya.
Seperti yang diketahui, TINS mencatatkan rugi bersih sebesar Rp449,69 miliar pada 2023, padahal pada tahun sebelumnya TINS mampu mencetak laba sebesar Rp1,04 triliun.
Rugi tersebut imbas dari pendapatan TINS yang anjlok 32,88% secara year-on-year (YoY) menjadi Rp8,39 triliun, dibanding periode 2022 sebesar Rp12,5 triliun.
Secara terperinci berdasarkan segmen, pendapatan jumbo TINS ditopang dari pertambangan timah sebesar Rp8,36 triliun, disusul pertambangan batu bara sebesar Rp1,05 triliun, dan segmen industri sebesar Rp962,22 miliar.
Selanjutnya, pendapatan segmen konstruksi menyumbang sebesar Rp307,5 miliar, dan segmen lainnya sebesar Rp441,79 miliar. Pendapatan itu dikurangi biaya eliminasi sebesar Rp2,73 triliun.